helitha novianty weblog
helitha novianty
Selasa, 14 Desember 2010
JAMINAN KEBENDAAN SEBAGAI SALAH SATU BENTUK HAK HUKUM DALAM PEMENUHAN PRESTASI AKIBAT PERJANJIAN HUTANG PIUTANG
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kontrak menguasai begitu banyak bagian kehidupan social kita, sampai-sampai kita tidak perlu tahu berapa banyak kontrak yang telah kita buat setiap harinya. Dalam pengertian yang luas kontrak adalah kesepakatan yang mendefinisikan hubungan antara dua fihak atau lebih.sedangkan kontrak komersil pengertiannya yang paling sederhana adalah kesepakatan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih untuk melakukan transaksi bisnis
Kontrak bisa bersifat lisan atau bisa juga tertulis, Pernyataan kontrak tertulis bisa berupa memo, sertifikat atau kuitansi. Karena hubungan kontraktual dibuat oleh dua orang atau lebih yang memiliki potensi kepentingan yang saling bertentangan, persyaratan kontrak biasanya dilengkapi dan dibatasi oleh hukum. Dukungan dan pembatasan oleh hukum tersebut berfungsi untuk melindungi pihak di yang menjalin kontrak dan untuk mendifinisikan hubungan khusus diantara mereka.
Pada saat ini dunia perekonomian berkembang pesat, masyarakat sering mendapatkan kesulitan untuk mendapatkan dana tambahan baik untuk keperluan hidup sehari hari maupun untuk melaksanakan suatu usaha.persaingan antar pelaku usaha sangat ketat dan semakin sulit dijangkau dengan modal yang minim, pelaku usaha berlomba-lomba mencari modal tambahan dan mendapatkan modal tambahan.
Dalam mencari modal tambahan atau mencari tambahan dana untuk keperluan memenuhi kebutuhan seringkali para pengusaha tersebut harus meminjam dari kreditur-kreditur baik berupa bank atau lembaga keuangan maupun perseorangan yang tak jarang meminta jaminan benda sebagai syarat pemberian hutang.
Dalam peminjaman dana maka pastilah terjadi suatu perikatan antara kreditur dan debitur yang di dalamnya menimbulkan hak dan kewajiban.Pengaturan tentang kontrak atau perjanjian terdapat dalam buku III yang berjudul van Verbintenissen, Istilah verbintenis dalam BW merupakan salinan istilah Obligation dalam Code Civil perancis, istilah mana diambil dari hukum Romawi yang terkenal dengan istilah Obligation . Istilah Verbintenis dalam BW ternyata diterjemahkan berbeda-beda dalam kepustakaan hukum Indonesia. Ada yang menterjemahkan sebagai perutangan, ada yang menterjemahkan dengan perjanjian . Dan ada pula yang menerjemahkan dengan perikatan, penggunaan istilah perikatan tampaknya lebih umum dipergunakan dalam kepustakaan Hukum Indonesia.
Dalam perikatan terdapat hak di satu pihak dan kewajiban di pihak lainnya, jadi dalam perjanjian timbal balik hak dan kewajiban di satu pihak saling berhadapan di pihak lain terdapat dua perikatan
Hak dan kewajiban tersebut merupakan akibat hubungan hukum yaitu hubungan yang diatur oleh hukum,Untuk menentukan apakah suatu hubungan hukum merupakan perikatan dalam pengertian hukum atau tidak, pada mulanya para sarjana mempergunakan ukuran dapat tidaknya dinilai dengan uang. Bilamana suatu hubungan hukum, hak dan kewajiban yang ditimbulkannya dapat dinilai dengan uang, hubungan hukum tersebut adalah perikatan
Hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban dalam perikatan tersebut adalah antara dua pihak. Pihak yang berhak atas prestasi (pihak yang aktif) adalah kreditur atau orang yang berpiutang, sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi adalah debitur atau orang yang berutang.
Objek perikatan merupakan hak debitur dan kewajiban debitur biasanya dinamakan prestasi, menurut Pasal 1234 BW prestasi dapat berupa memberi sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Apa yang dimaksud dengan sesuatu disini bergantung kepada maksud dan dan tujuan daripada para pihak yang mengadakan hubungan hukum, apa yang akan hendak diberikan, yang harus diperbuat dan tidak boleh diperbuat.
Jaminan merupakan hak bagi kreditur untuk mendapatkan kedudukan yang lebih baik dalam pemenuhan hutang dan hak untuk didahulukan dalam pemenuhan hutang.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah jaminan kebendaan merupakan bentuk hak hukum?
2. Apakah jaminan kebendaan sebagai bentuk hak hukum dapat dijadikan pengerak pemenuhan prestasi dalam perjanjian hutang piutang?
BAB II
HAK HUKUM DALAM JAMINAN KEBENDAAN SEBAGAI PEMENUHAN PRESTASI DALAM PERJANJIAN HUTANG PIUTANG
A. Jaminan kebendaan sebagi bentuk Hak Hukum perjanjian hutang piutang
Hukum bersifat memebolehkan merupakan pengertian hak yang pada dasarnya berintikan kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu berkenaan dengan sesuatu atau terhadap subjek hukum tertentu atau semua subjek hukum tanpa halangan atau gangguan dari pihak manapun atau kebebasan tersebut memiliki landasan hukum (diakui atau diberikan oleh hukum)dan karena itu dilindungi hukum. Karena memiliki landasan hukum dan dilindungi hukum, maka pihak atau pihak-pihak lainnya berkewajiban untuk membiarkan atau tidak mengganggu pihak yang memiliki hak melaksanakan apa yang menjadi haknya itu.
Hak untuk berbuat menurut cara tertentu seringkali ditafsirkan sebagai suatu keleluasaan (permission). Bahwa saya mempunyai hak untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan, diungkapkan juga dengan mengatakan bahwa hukum member keleluasaan kepada saya untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan tersebut.Maka dari itu ditarik suatu perbedaan antara norma hukum yang mengharuskan atau melarang, di satu pihak dan norma hukum yang membolehkan (member keluasaan), di pihak lain : “hukum bersifat mengharuskan atau membolehkan (law is imperative or permissive).
Hukum jaminan tergolong bidang hukum yang akhir-akhir ini secara popular disebut The Economic Law (Hukum Ekonomi), Wiertschaftrecht atau Droit Economique yang mempunyai fungsi menunjang kemajuan ekonomi dan kemajuan pembangunan pada umumnya. Sehingga bidang hukum demikian pengaturannya dalam undang-Undang perlu diprioritaskan.
Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan Zakerheidesstelling atau security of law. Hukum jaminan meliputi pengertian, baik jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan. Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, mengemukakan bahwa hukum jaminan adalah. “Mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan. Peraturan demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian, kiranya harus dibarengi dengan adanya lembaga kredit dengan jumlah, besar dengan jangka waktu yang lama dan bunga yang relatif rendah.”
Menurut Halim HS, mengemukakan bahwa hukum jaminan adalah “Keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.” Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi adalah :
1. Adanya kaidah hukum, kaidah hukum dalam bidang hukum jaminan, dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah hukum jaminan tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah-kaidah huum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum jaminan tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan.
2. Adanya pemberi dan penerima jaminan, Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan, yang bertindak sebagai pemberi jaminan ini adalah orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit. Orang ini lazim disebut dengan debitur. Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan. Yang bertindak sebagai penerima jaminan ini adalah orang atau badan hukum. Badan hukum adalah lembaga yang memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan nonbank.
3. Adanya jaminan, pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan materiil dan imateriil, jaminan materiil merupakan jaminan yang berupa hak-hak kebendan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan imateriil merupakan jaminan non kebendaan.
4. Adanya fasilitas kredit
Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan betujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan nonbank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan nonbank percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya. Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan nonbank dapat memberikan kredit kepadanya.
Hak hukum terdapat bermacam-macam, Jaminan muncul dari hak kebendaan, Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan itu senantiasa tertuju terhadap bendanya orang lain, mungkin terhadap benda bergerak atau benda tidak bergerak. Jika benda jaminan itu tertuju pada benda tidak bergerak maka hak tersebut berupa hipotik, sedangkan jika jaminan itu tertuju pada benda bergerak maka hak kebendaan tersebut berupa gadai. Kedua macam kebendaan tersebut memberikan kekuatan langsung terhadap benda jaminan dan hak mana dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. Dan juga mempunyai sifat-sifat dari hak kebendaan yaitu : selalu mengikuti bendanya (droit de suite), yang terjadi lebih dahulu didahulukan dalam pemenuhannya (droit de preference, azas prioriteit) dapat dipindahkan dan lain-lain. selain itu baik hipotik, gadai, fidusia, hak tanggungan mempunyai kedudukan preferensi yaitu didahulukan dalam pemenuhannya melebihi kreditur-kreditur lainnya.
1. Hak Gadai (pandrecht)
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu benda bergerak, yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas debitur sebagai jaminan pembayaran dan memberikan hak kepada kreditur untuk mendapat pembayaran lebih dahulu dari pada kreditur-kreditur lainnya atas hasil penjualan benda jaminan. Hak gadai adalah tambahan saja atau buntut (bersifat accesoir) dari perjanjian pokok yaitu perjanjian pinjaman uang. Maksudnya adalah untuk menjaga jangan sampai debitur lalai membayar kembali uang pinjaman dan bunganya.
Obyek dari hak gadai adalah benda bergerak. Benda bergerak yang dimaksudkan adalah benda bergerak yang berwujud (lichamelijke zaken) dan benda bergerak yang tidak berwujud (onlichamelijke zaken) berupa hak untuk mendapatkan pembayaran uang yang berwujud surat-surat berharga. Subjek hak gadai adalah pemberi dan penerima hak gadai yang dilakukan oleh orang-orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Akan tetapi, bagi pemberi gadai ada syarat lagi yaitu ia harus berhak mengasingkan (menjual, menukar, menghibahkan dan lain-lain) benda yang digadaikan.
Adanya hak gadai berdasarkan atas suatu perjanjian antara penerima gadai (kreditur) dengan pemberi gadai (biasanya debitur sendiri). Akan tetapi, dengan adanya perjanjian gadai tidak berarti hak gadai telah terbentuk dengan sendirinya, melainkan harus disertai dengan penyerahan benda yang digadaikan oleh pemberi gadai kepada penerima gadai.
2. Jaminan Fidusia
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kekepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Sedangkan jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khusunya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan bagi pelunasan utang tetentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.
Objek jaminan fidusia adalah benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud (surat berharga), dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan, yaitu bangunan di atas tanah milik orang lain. Benda yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan di tempat kedudukan fidusia pemberi fidusia, meskipun benda tersebut berada di luar wilayah Negara Republik Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi asas publisitas, sekaligus sebagai jaminan kepastian terhadap kreditur lainnya mengenai benda yang telah dibebani jaminan fidusia.
Subjek jaminan fidusia adalah pihak-pihak yang membuat perjanjian pembebanan jaminan fidusia, yaitu pemberi fidusia dan penerima fidusia. Pemberi fidusia adalah orang perorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, bisa debitur sendiri maupun pihak ketiga. Sedangkan penerima fidusia adalah orang perorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia.
Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia yang merupakan akta jaminan.
3. Hak Tanggungan
Hak tanggungan adalah hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang selanjutnya disebut hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agararia berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.
Objek hak tanggungan adalah hak-hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan yaitu :
1. Hak Milik
2. Hak Guna Usaha
3. Hak Guna Bangunan
Subjek hak tanggungan adalah pihak-pihak yang membuat perjanjian pemberian hak tanggungan yaitu pihak pemberi hak tanggungan dan pihak penerima/pemegang hak tanggungan. Pemberi hak tanggungan adalah orang perorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan pembuatan hukum terhadap obyek hak tanggungan yang bersangkutan. Penerima/pemegang hak tanggungan adalah orang perorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang (kreditur).
Hak tanggungan merupakan ikutan (accessoir) dari perjanjian pokok, yaitu perjanjian utang piutang atau perjanjian kredit. Perjanjian utang piutang tersebut dapat dibuat dalam bentuk akta dibawah tangan atau akta otentik. Namun pemberian hak tanggungan harus dilakukan dengan pembuatan akta pemberian hak tanggungan oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4. Hypotheek
Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Karena hipotik hanyalah merupakan hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan pelunasan (pembayaran) utang debitur kepada kreditur, perjanjian pembebanannya merupakan perjanjian tambahan (accessoir) dari perjanjian pokok berupa perjanjian utang piutang (perjanjian kredit) antara kreditur dan debitur.
Obyek Hipotik, Kapal laut adalah obyek hipotik, kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin, atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah. Sebelum digunakan dalam pelayaran kapal wajib diukur yang dilakukan oleh pejabat pemerintah yang berwenang. Berdasarkan pengukuran ini, diterbitkan surat ukur untuk kapal dengan ukuran isi kotor sekurang-kurangnya 20 m3 (meter kubik) yang dinilai sama dengan itu. Kapal yang telah diukur didaftarkan dalam daftar kapal di Indonesia oleh pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal. Kapal didaftar di Indonesia adalah :
a. Kapal dengan ukuran isi kotor sekurang-kurangnya 20 meter kubik atau yang dinilai sama dengan itu;
b. Dimiliki oleh WNI atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Subyek hipotik adalah pihak-pihak yang membuat perjanjian pembebanan hipotik, yaitu pemberi hipotik dan penerima hipotik. Pihak yang dapat memberi hipotik atau yang berhak menghipotikan kapal haruslah pihak yang berhak memindahtangankan kapal itu, orang perorangan atau badan hukum pemilik kapal yang bersangkutan. Sedangkan pihak penerima hipotik, tidak disyaratkan apa-apa, sehingga semua kreditur, apakah ia orang perorangan atau badan hukum, apakah ia warganegara Indonesia atau badan hukum Indonesia atau badan hukum asing, apakah berkedudukan/berdomisili di Indonesia atau di luar negeri, semuanya dapat menerima hipotik. Dalam pelaksanaan pembebanan hipotik, pemberi dan penerima hipotik sama-sama dapat mewakilkan kepada orang lain dengan akta otentik.
Perjanjian pembebanan hipotik, mutlak dengan akta otentik yang dibuat dihadapan pejabat pendaftaran dan pencatatan balik nama kapal pada Syahbandar atau direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Akta pembebanan hipotik tersebut diberi irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kepada kreditur diberikan grosse akta hipotik yang mempunyai kekuatan eksekutorial yang dapat dilaksanakan seperti putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
B. Hak hukum dalam jaminan kebendaan sebagai dasar pelaksanaan pemenuhan prestasi dalam perjanjian hutang piutang
Menurut Hans Kelsen, “ A Right is, thus a legal norm in its relation to the individual who, in order that the sanction shall be executed, must express a will to that effect” ( suatu hak, merupakan norma hukum dalam hubungannya dengan individu yang, agar ketika sanksi dilaksanakan, harus menyatakan kehendak terhadap akibat tersebut)
Dalam jaminan yang terdapat hak jaminan kebendaan, Hak jaminan kebendaan adalah hak-hak kreditur untuk didahulukan dalam pengambilan pelunasan daripada kreditur-kreditur lain, atas hasil penjualan suatu benda tertentu atau sekelompok benda tertentu yang secara khusus diperikatkan.
Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan selalu tertuju terhadap benda orang lain, baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak, jika benda yang menjadi objek jaminan adalah benda bergerak maka hak kebendaan tersebut berupa gadai (pand), sedangkan jika benda yang menjadi objek jaminan adalah benda tidak bergerak hak kebendaannya berupa hipotik,hak kebendaan yang bersifat member jaminan dapat dipertahankan terhadap siapapun (bersifat mutlak) atau absolute. Selain itu juga mempunyai sifat-sifat hak kebendaan umunya yaitu selalu mengikuti bendanya (droit de suite), dapat dipindahkan kepada orang lain yang lebih dahulu didahulukan dalm pemenuhannya. Kreditur-kreditur pemegang gadai, fidusia, hipotik dan tanggungan mempunyai kedudukan referensi yaitu didahulukan dalam pembayaran piutangnya dari pada kreditur-kreditur lainnya.
Hak- hak jaminan sebagaimana kita lihat, umumnya mempunyai cirri, bahwa selain ia bersifat memberikan jaminan atas pemenuhan suatu piutang, sebagian besar juga mempunyai hak untuk didahulukan di dalam mengambil pelunasan, Walaupun sebagian daripada hak-hak jaminan merupakan hak kebendaan, tetapi hak jaminan disini lain dengan kebendaan seperti hak milik, hak postal dan lain-lain, yang sifatnya memberikan hak untuk menukmati, yaitu mempunyai hak memberi jaminan dan karenanya disebut zekerheidsrechten, yang memberikan rasa aman dan terjamin.
Dalam pasal 1131 diletakkan asas umum hak seorang kreditur terhadap debiturnya,hak-hak tagihan seorang kreditur dijamin dengan :
• Semua barang debitur yang sudah ada, artinya yang sudah ada pada saat hutang dibuat
• Semua barang yang aka nada ; disini berarti :barang-barang yang pada saat pembuatan hutang belum menjadi kepunyaan debitur tapi kemudian menjadi miliknya, dengan perkataan lain hak kreditur meliputi barang-barang yang akan menjadi milik debitur, asal benar-benar menjadi miliknya
• Baik Barang bergerak maupun tidak bergerak
Ini berarti bahwa pitutang kreditur menindih pada seluruh harta debitur tanpa kecuali.
Dalam pasal 1131 KUH Perdata dapat disimpulkan asas-asas hubungan ekstern kereditur sebagai berikut :
a. Seseorang kreditur boleh mengambil pelunasan dari setiap bagian dari harta kekayaan debitur
b. Setiap bagian kekayaan debitur dapat dijual guna pelunasan tagihan kreditur
c. Hak tagihan kreditur hanya dijamin dengan harta benda debitur saja,tidak dengan persoon debitur
Hak jaminan kebendaan adalah hak yang memberikan kepada seorang kreditur kedudukan yang lebih baik karena Kreditur didahulukan dan dimudahkan dalam mengambil pelunasan atas tagihannya atas hasil penjualan benda tertentu atau sekelompok benda tertentu milik debitur atau Ada benda tertentu milik debitur yang dipegang oleh kreditur atau terikat pada hak kreditur, yang berharga bagi debitur untuk memenuhi kewajibannya dengan baik terhadap kreditur. Di sini adanya semacam tekanan psikologis kepada debitur untuk melunasi hutanhutangnya adalah karena benda yang dipakai sebagai jaminan umumnya merupakan barang yang berharga baginya. Sifat manusia untuk berusaha mempertahankan apa yang berharga yang telah dianggap atau diakui telah menjadi miliknya, menjadi dasar hukum jaminan
BAB III
SIMPULAN
Sebagai uraian penutup dari rangkaian pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, berikut ini akan disampaikan beberapa simpulan sebagai berikut :
1. Hak hukum terdapat bermacam-macam, Jaminan muncul dari hak kebendaan, Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan itu senantiasa tertuju terhadap bendanya orang lain, mungkin terhadap benda bergerak atau benda tidak bergerak. Jika benda jaminan itu tertuju pada benda tidak bergerak maka hak tersebut berupa hipotik, sedangkan jika jaminan itu tertuju pada benda bergerak maka hak kebendaan tersebut berupa gadai. Kedua macam kebendaan tersebut memberikan kekuatan langsung terhadap benda jaminan dan hak mana dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. Dan juga mempunyai sifat-sifat dari hak kebendaan yaitu : selalu mengikuti bendanya (droit de suite), yang terjadi lebih dahulu didahulukan dalam pemenuhannya (droit de preference, azas prioriteit) dapat dipindahkan dan lain-lain
2. Suatu hak, merupakan norma hukum dalam hubungannya dengan individu yang, agar ketika sanksi dilaksanakan, harus menyatakan kehendak terhadap akibat tersebut, Hak jaminan kebendaan adalah hak yang memberikan kepada seorang kreditur kedudukan yang lebih baik karena Kreditur didahulukan dan dimudahkan dalam mengambil pelunasan atas tagihannya atas hasil penjualan benda tertentu atau sekelompok benda tertentu milik debitur atau Ada benda tertentu milik debitur yang dipegang oleh kreditur atau terikat pada hak kreditur, yang berharga bagi debitur untuk memenuhi kewajibannya dengan baik terhadap kreditur. Di sini adanya semacam tekanan psikologis kepada debitur untuk melunasi hutanhutangnya adalah karena benda yang dipakai sebagai jaminan umumnya merupakan barang yang berharga baginya. Sifat manusia untuk berusaha mempertahankan apa yang berharga yang telah dianggap atau diakui telah menjadi miliknya, menjadi dasar hukum jaminan
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
Achmad Ichsan, Hukum Perdata IB,Pembimbing Masa , Jakarta, 1969
Djojo Muljadi, Pengaruh Penanaman Modal asing Atas Perkembangan Hukum Persekutuan Perseroan Dagang (Vennootschapsrecht) dewasa ini: Majalah Hukum dan Keadilan No. 5/6, tahun 1972, dalam buku Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Liberty Offset, Yogyakarta, 2007
Hans Kelsen,Ggeneral Theory of Law and State, translated by Andrers Wedberg Asistant Professor of Philosophy in University of Stockholm, Russel&Russel, New York ,1973
------------------, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara diterjemahan oleh Raisul Muttaqien dari buku Hans Kelsen, General Theoryof Law and state (New York, Russel&russel), Nusa Media, Bandung,2010
H.R.Daeng Naja, Contract Drafting,Citra Aditya Bakti,Bandung, 2006
J.Satrio,Hukum Jaminan hak jaminan kebendaan,Citra Aditya Bakti,Bandung,2007
Mochtar Kusumaatmadja dan Erief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum Suatu Pengenalan pertama Ruang LIngkup Berlakunya Ilmu Hukum Buku I, Alumni, Bandung, 2000
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata,Alumni, Bandung,2004
R.Soetojo Prawirohamidjojo, Hukum Perikatan,Bina Ilmu, Surabaya,1979
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004
Sri Soedewi M. Sofwan, Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta
B. Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman dan UU Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.
Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.
REALITAS POLITIK HUKUM SEBAGAI KEBIJAKAN PELAKSANAAN ANGGARAN
Beberapa waktu lalu dalam sebuah media masa diberitakan terdapat suatu perda yang dikritik untuk tidak dibuat oleh DPRD dari daerah tersebut, setelah diwawancara anggota dewan itu manyatakan bahwa Peraturan daerah ini harus dibuat karna sudah ada dalam anggaran.
Anggaran merupakan hal penting dlam pembuatan suatu peraturan perundang-undangan tapi hendaknya penyelanggara Negara dalam membuat Undang-Undang jangan Hanya menaruh perhatian pada pelaksanaan anggaran.
Hukum merupakan himpunan peraturan yang mengatur tatanan kehidupan, baik berbangsa maupun bernegara, yang dihasilkan melalui kesepakatan dari wakil-wakil rakyat yang ada di lembaga legislatif. Produk hukum tersebut dikeluarkan secara demokratis melalui lembaga yang terhormat, namun muatannya tidak dapat dilepaskan dari kekuatan politik yang ada di dalamnya. Suatu negara yang menganut sistem demokrasi, maka segala sesuatunya harus dirumuskan secara demokrasi, yaitu dengan melihat kehendak dan aspirasi dari masyarakat luas sehingga produk yang dihasilkan itu sesuai dengan keinginan hati nurani rakyat. Tetapi apabila sebaliknya maka terlihat bahwa produk hukum yang dikeluarkan tersebut dapat membuat masyarakat menjadi resah dan cenderung tidak mematuhi ketentuan hukum itu.
II. POLITIK HUKUM SEBAGAI PENENTU KEBIJAKAN HUKUM
a. Pengertian politik hukum
Dalam membahas politik hukum maka yang dimaksud dengan hukum disini adalah hukum positif, yaitu hukum yang berlaku pada waktu sekarang di Indonesia, sesuai dengan asas pertingkatan (hirarki) hukum itu sendiri, atau dengan istilah yang diberikan oleh Logeman, “sebagai hukum yang berlaku disini dan kini”. Sedang hukum positif itu dalam tulisan ini merupakan hukum yang dibuat atau ditetapkan oleh Negara melalui lembaga Negara atau pejabat yang diberi wewenang untuk menetapkannya.
Dari pengertian hukum positif seperti itu maka secara umum dapat dikatakan nahwa politik hukum adalah “kebijakan” yang diambil (ditempuh) oleh Negara melalui lembaganya atau pejabatnya untuk menetapkan hukum mana yang perlu diganti atau perlu dirubah, atau hukum yang mana yang perlu dipertahankan atau hukum mengenai apa yang perlu diatur atau dikeluarkan agar dengan kebijakan itu penyelenggaraan Negara dan pemerintahan dapat berlangsung dengan baik dan tertib sehingga tujuan Negara secara bertahap dan terencana dapat terwujud.
Pengertian-pengertian seperti ini umumnya dianut oleh Negara-negara demokrasi konstitusional atau Negara hukum yang demokratis. Sebab ada Negara atau pemerintah yang mengambil kebijakan untuk menetapkan hukum itu agar melalui hukum itu kekuasannya dapat dipertahankan atau kekuasannya dapat dipertahankan atau kekuasannya dapat dikonsentrasikan ke tangan penguasanya (the ruling Class). Kebijakan itu diambil dengan berbagai dalih atau alasan, misalnya demi pembangunan, kepentingan rakyat, stabilitas nasional, memberantas korupsi dan lain sebagainya. Sedang tujuan Negara yang sesungguhnya terabaikan. Politik hukum semacam ini biasanya diterapkan oleh Negara kekuasaan (machstaat) dengan tipe kekuasaan yang oligarkhi, monarki yang absolute, otoriter atau yang totaliter.
Utrech memberikan pendapat politik hukum berusaha membuat kaidah-kaidah yang akan menentukan bagaimana seharusnya manusia bertindak. Politik hukum menyelidiki perubahan-perubahan apa yang harus diadakan dalam hukum yang sekarang berlaku supaya sesuai dengan kenyataan social. Boleh dikatakan bahwa politik hukum meneruskan perkembangan hukum dengan berusaha melenyapkan sebanyak-banyaknya ketegangan antara positivitas dan realitas social. Politik Hukum membuat suatu ius constituendum (hukum yang akan berlaku) dan berusaha agar ius constituendum itu pada hari kemudian berlaku sebagai ius constitutum (hukum yang berlaku yang baru).
Dari uraian di atas Utrecht menjelaskan pada kita bahwa pada pemerintahan yang demokratis maka politik hukum yang berlaku adalah hukum yang menciptakan hukum positif itu dengan realitas masyarakat sedang pada pemerintahan yang tidak demokratis atau yang didominasi oleh “rulling class” atau elit politik,maka politik hukum menciptakan hukum positif yang menjauhkan hukum positif itu dengan realitas social,pendapat dari Utrech itu disebutkan sebagai pendapat dari sudut yuridis yang banyak dilakukan oleh para pakar hukum.
Padmo wahjono dalam bukunya Indonesia berdasrkan atas hukum ,mendefinisikan politik hukum sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk maupun isi yang akan dibentuk. Definisi ini masih bersifat abstrak dan kemuadian dilengkapi dalam sebuah artikelnya di majalah forum keadilan, dalam artikel ini Padmo Wahjono mengatakan bahwa politik hukum adalah kebijakan penyelenggara Negara tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu. Dalam hal ini kebijakan tersebut dapat berkaitan dengan pembentukan hukum, penerapan hukum dan penegakkannya sendiri. Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa menurut Padmo Wahjono politik hukum adalah kebijakan penyelenggara Negara yang bersifat mendasar dalam menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk dan tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu , dengan demikian politik hukum berkaitan dengan hukum yang berlaku di masa datang (ius constituendum).
b. Kajian politik hukum
Telah dirumuskan diatas bahwa politik hukum adalah kebijakan dasar penyelenggara Negara dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan Negara yang dicita-citakan .
Penyelanggara Negara adalah lembaga-lembaga Negara yang diberi wewenang oleh konstitusi untuk mengadakan pemerintahan sebuah Negara, penyalenggara Negara itu disebut juga pemerintah yang dalam pengertian luas menyangkut kekuasaan eksekutif, legislative dan yudikatif, adapun tujuan Negara yang dicita-citakan dapat dilihat sevcara umum pada Pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan social, apa yang terdapat dalam pembukaan itu kemudian dijabarkan lebih rinci dalam pasal –pasal UUD 1945 tersebut dan dioperasionalkan dalam bentuk Undang-Undang dan peraturan perundang-undangan lain yang ada di bawahnya.
Kedua permasalahan di atas baik lembaga-lembaga pemerintahan maupun tujuan Negara yang dicita-citakan, tidak bisa dipungkiri merupakan bagian dari studi hukum tata Negara.
Ruang lingkup atau wilayah kajian disiplin politik hukum adalah meliputi aspek lembaga kenegaraan pembuat politik hukum, letak politik hukum adan factor yang memperngaruhi pembentukan politik hukum suatu Negara. Politik hukum adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk member pedoman, tidak hanya pada pembuat Undang-Undang tetapi juga kepada pengadilan yang menetapkan undang-uandang dan juga kepada para penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan.
Ruang linkip atau wilayah kajian politik hukum sebagai berikut :
1. Proses penggalian nilai-nilai dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat oleh penyelangga Negara yang berwenang merumuskan politik hukum
2. Proses perdebatan dan perumusan nilai-nilai dan aspirasi tersebut ke dalam bentuk sebuah rancangan peraturan perundang-undangan oleh penyelanggara Negara yang berwenang merumuskan politik hukum
3. Penyelanggara Negara yang berwenang merumuskan dan menetapkan politik hukum
4. Peraturan perundang-undangan yang memuat politik hukum
5. Factor-faktor yang mempengaruhi dan menentukan suatu politik hukum, baik yang akan datang, sedang dan telah ditetapkan.
6. Pelaksanaan dari perturan perundang-undangan yang merupakan implementasi dari politik hukum suatu negara
c. Politik hukum di Indonesia
Politik hukum diartikan sebagai kebijakan dasar penyelenggaraan Negara dalam bidang hukum yang akan sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan Negara yang dicita-citakan.
Kata nasional sendiri diartikan sebagai wilayah berlakunya politik hukum itu. Dalam hal ini adalah wilayah yang tercakup dalam kekuasaan Negara republic Indonesia.
Tujuan politik hukum meliputi dua aspek yang saling berkaitan, pertama, sebagai alat (tool) atau sarana dan langkah yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk menciptakan suatu system hukum nasional yang dikehendaki dan yang kedua, dengan system hukum nasional itu akan diwujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang lebih besar .
III. POLITIK HUKUM YANG MENGARAH PADA KEBIJAKAN PELAKSANAAN ANGGARAN
Negara adalah suatu system politik, Negara demokrasi konstitusional atau Negara hukum yang demokratis, umumnya sistim politiknya adalah adalah system politik demokratis, sedang pada Negara kekuasaan (machtsstaat) system politik yang dianut adalah system politik otoriter atau autokrasi atau non demokratis.
Ciri dari Negara demokrasi konstitusional adalah bahwa pemerintahannya (sebagaimana diatur dalam konstitusinya dan peraturan perundang-undangan yang berlaku ) adalah pemerintah yang terbatas kekuasaanya dan tidak dibenarkan bertindk sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Pembatasan ini diatur dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan lainnya..
Sistem politik yang dianut pasca pemilu 1999 di Indonesia kembali seperti pada masa demokrasi liberal yaitu system politik yang demokratis, bedanya system pemerintahan yang dianut bukan lagi system pemerintahan parlementer tetapi pemerintahan presidensiil, pemerintah yang terbentuk adalah pemerintah yang demokratis, Keberhasilan reformasi ditempatkan pemerintah yang terbentuk itu terbuka bagi kritik masyarakat, kekuasaanya membentuk undang-undang dikurangi dan beralih ke DPR.
Sejalan dengan hal tersebut pada tahun 1999, dibentuk lah Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 undang-undang ini disebut dengan Undang-Undang tentang pemerintahan daerah sebagaimana saat ini diubah dengan Undang-Undang Nomor.32 Tahun 2004 penggunaan prinsip otonomi daerah dalam Undang-Undang ini memberikan kewenangan pengurusan kepada daerah dan mengatur semua urusan pemrintahan, daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan dalam mengatur daerahnya tersebut.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam melaksanakan tugas dan wewenang, kewajiban dan tanggung jawabnya serta atas kuasa peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat menetapkan kebijakan daerah yang dirumuskan antara lain dalam peraturan daerah, peraturan kepala daerah dan perayuran lainnya
Peraturan daerah dibuat oleh DPRD sebagai lembaga legislative, dalam pembuatan Peraturan daerah ini DPRD sebagai penentu kebijakan seharusnya memiliki pengetahuan pengenai politik hukum karena perda merupakan bentuk produk hukum yang seharusnya dibuat berdasarkan pengetahuan-pengetahuan politik pembeentukan hukum.
Berlandaskan pada pengertian politik hukum, Politik hukum diartikan sebagai kebijakan dasar penyelenggaraan Negara dalam bidang hukum yang akan sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan Negara yang dicita-citakan. Kita dapat mengkaji bahwa kebijakan dasar penyelanggara Negara dalam bidang hukum di daerah adalah perda (peraturan daerah), penyelanggara adalah DPRD dan kepala daerah sebagai penentu kebijakan, perda ini seharusnya dibuat bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat daerah dimana perda tersebut dibuat, yang inti dari pembuatan tersebut adalah untuk mengatur masyarakat di daerah dan untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat daerah sebagai tujuan Negara.
Berdasarkan hal tersebut maka dalam pembuatan Peraturan daerah harus digunakan pula pengetahuan politik hukum di dalamnya.
Dalam pembuatan pearaturan khususnya pembuatan peraturan daerah dibutuhkan pula dana sebagai penggerak pembuatan peraturan tersebut yang biasanya di daerah terantum dalam APBD.
Dana merupakan realitas logis dari politik hukum, dana sangat dibutuhkan dalam menjalankan politik hukum , tetapi saat ini para penyelanggara Negara, yang terdapat di di daerah yaitu DPRD dan kepala daerah dalam pembuatan peraturan daerah lebih menitik beratkan sebagai pelaksanaan anggaran, sehingga kurang memperhatikan nilai-nilai social dalam masyarakat.
Dalam kenyataannya banyak terdapat perda yang tidak sesuai dengan kebutuhan di masyarakat dan akhirnya perda tersebut dibatalkan Oleh Mahkamah Agung. Para penyelanggara Negara di daerah dalam pembuatan perda sebagai pengejawantahan dari poltik hukum.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Politik Hukum adalah kebijaksanaan penyelenggara Negara tentang apa yang dijadikan criteria untuk menghukumkan sesuatu ( menjadikan sesuatu sebagai Hukum ) Kebijaksanaan tersebut dapat berkaitan dengan pembentukan hukum dan penerapannya.
Dalam pembentukan hukum anggaran merupakan konsekuensi logis dari pembuatan hukum tersebut, dana sangat dibutuhkan dalam pembuatan peraturan perundang-undangan, dana ini biasanya sudah tercatat dalam rancangan anggaran suatu Negara atau daerah,dan konsekuaensi dari peletakan anggaran ini dalam APBD atau APBN adalah bahwa anggaran ini harus direalisasikan dalam pelaksanaannya.
Realisasi yang terdapat dalam APBN atau APBD ini antara lain adalah pembentukan peraturan perundang-Undangan khususnya yang dikaji dalam penulisan makalh ini adalah peraturan daerah yang dibuat oleh DPRD yang anggarannya terdapat APBD. Meskipun pembuatan peraturan perundang-undangan merupakan realisasi dari APBD tetapi hendaknya memperhatikan aspek-aspek dari politik hukum sebagai pelaksanaan kebijakan hukum berdasarkan nilai-bilai yang terdapat dalam masyarakat.
B. Saran
Dalam pembuatan peraturan daerah, DPRD dan kepala daerah hendaknya memperhatikan nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat, agar peraturan tersebut sesuai dengan kebutuhan dalam masyarakat dan peraturan tersebut bersifat hukum yang responsive
DAFTAR PUSTAKA
Asep Suparman, Perkembangan Otonomi dari Masa ke Masa, Inti media Pustaka,Bandung, 2008
Bintan Ragen Saragih,Politik Hukum, CV.Utomo, Bandung, 2006, hlm.17
Imam Syaukani dan A.Ahsin Thohari, Dasar-Dasar Politik Hukum, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2004
Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu politik,Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992,
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP MEREK DAGANG YANG MERUPAKAN KETERANGAN PRODUK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK
HaKI atau hak kekayaan intelektual menjadi sangat penting dan menggairahkan laju perekonomian Dunia yang pada akhirnya membawa kesejahteraan umat manusia meski terus ada upaya pengurangan angka tariff dan kuota secara gradual dalam rangka mempercepat terbentuknya perdagangan bebas, jika produk import barang dan jasa dibiarkan bebas diduplikasikan dan direproduksi secara illegal, ini merupakan beban berat bagi pelaku perdagangan Internasional.
Hak Kekayaan Intelektual adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak . Hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan rasio manusia yang menalar, hasil kerjanya itu berupa benda Immateriil.Benda tidak berwujud.
Hasil kerja otak tersebut kemuadian dirumuskan sebagai intetektualitas. Orang yang Optimal memerankan kerja otaknya disebut sebagai orang yang terpelajar, tidak semua orang dapat dan mampu memperkerjakan otak secara maksimal,oleh karena itu tidak semua orang pula dapat menghasilkan Intelektual Property Rights. Hanya orang yang mampu memperkerjakan otaknya sajalah yang bisa menghasilkan hak kebendaan yang disebut sebagai intellectual property rights, itulah pulalah sebabnya hasil kerja otak yang membuahkan Hak Kekayaan Intelektual itu bersifat ekslusif, hanya orang tertentu saja yang bisa melahirkan hak semacam itu.
Telah disebutkah diatas bahwa Hak Atas Kekayaan Intelektual sebenarnya merupakan bagian dari benda, yaitu benda tidak berwujud (benda Immateriil). Banda dalam lapangan hukum perdata dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori , salah satu diantara kategori itu adalah benda berwujud dan tidak berwujud, untuk hal ini dapat dilihat batasan benda yang dikemukaan oleh Pasal 499 KUH perdata yang berbunyi : Menurut paham undang-undang yang dimaksud dengan suatu benda adalah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dijadikan objek hak milik, Hak Atas Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right) merupakan benda tidak berwujud, menurut Pitlo hak Immateriil itu tidak mempunyai benda (berwujud) sebagai objeknya, Hak milik immaterial termasuk kepada hak-hak yang disebut dalam pasal 499 KUH Perdata .Oleh karena itu Hak Immateriil sendiri dapat menjadi objek dari suatu hak benda, selajutnya dikatakan pula bahwa, hak benda adalah hak absolute atas suatu benda berwujud.Itulah yang disebut sebagai Hak Atas Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights).
Salah satu perkembangan yang actual dan memperoleh perhatian seksama dalam masa sepuluh tahun terakhir ini dan kecenderungan yang masih akan berlangsung di masa yang akan datang adalah semakin meluasnya arus globalisasi, baik di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang kehidupan lainnya. Perkembanganm teknologi informasi dan transportasi telah menjadi kegiatan di sector perdagangan meningkat secara pesat dan bahkan telah menempatkan dunia sebagai pasar tunggal bersama.
Era perdagangan global hanya dapat dipertahankan jika terdapat iklim persaingan usaha yang sehat. Di sini merek memegang peranan yang sangat penting yang memerlukan system pengaturan yang lebih memadai.
Mengapa merek dapat mencegah terjadinya persaingan usaha tidak sehat? Dengan merek, produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asal muasalnya, kualitas serta keterjaminan bahwa pruduk itu original. Kadangkala yang membuat produk menjadi mahal bukan produknya, tetapi mereknya. Merek adalah sesuatu yang ditempelkan atau dilekatkan pada satu produk, tetapi ia bukan merupakan produk itu sendiri. Seringkali setelah barang dibeli, mereknya tidak dapat dinikmati oleh sipembeli, Merek mungkin hanya menimbulkan kepuasan saja bagi si pembeli. Benda materiilnyalah yang dapat dinikmati.
Merek merupakan suatu tanda pembeda atas barang atau jasa bagi suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya, sebagai tanda pembeda maka merek dalam satu klasifikasi barang/ jasa tidak boleh memiliki persamaan antara satu dan lainnya, baik pada keseluruhan maupun pada pokoknya.
Pengertioan persamaan pada keseluruhannya yaitu apabila mempunyai persamaan dalam hal asal, sifat, cara pembuatan dan tujuan pemakaiannya. Pengertiap persamaan pada pokoknya yaitu apabila memiliki persamaan pada persamaan bentuk, persamaan cara penempatan, persamaan bentuk dan cara penempatan, persamaan bunyi ucapan.
Merek atas barang lazim disebut sebagai merek dagang, yaitu merek yang digunakan/ditempelkan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang atau badan hukum. Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang , atau badan hukum. Merek sebagai tanda pembeda dapat berupa nama, kata, gambar, huruf, angka, susunan warna atau kombinasi unsur-unsur tersebut.
Merek sebagai salah satu wujud karya intektual memiliki peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang atau jasa dalam kegiatan perdagangan dan investasi.Merek(dengan Brand Image –nya) dapat memenuhi kebutuhan konsumen akan tanda pengenal atau daya pembeda yang teramat penting dan merupakan dan merupakan jaminan kualitas produk atau jasa dalam suasana persaingan bebas. Oleh karena itu merek adalag asset ekonomi bagi pemiliknya, baik perorangan maupun perusahaan (badan hukum) yang dapat menghasilkan keuntungan besar, tentunya bila didayagunakan dengan memperhatikan aspek bisnis dan manajemen yang baik.
Dalam prakteknya banyak terjadi pelanggaran dari merek, seperti merek yang memiliki persamaan dengan merek lain maupun bentuk dan unsure dari merek itu sendiri.
Pada dasarnya sebuah merek memiliki persyaratan untuk didaftarkan, merek yang tidak dapat didaftarkan yaitu merek yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum,tanda-tanda yang tidak mempunyai daya pembeda, tanda milik umum, merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftarannya.
Syarat mutlak suatu merek yang harus dipenuhi oleh setiap orang ataupun badan hukum yang ingin memakai suatu merek, agar merek itu dapat diterima dan dipakai sebagai merek atau cap dagang, syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah bahwa merek itu harus mempunyai daya pembedaan yang cukup.Dengan lain perkataan tanda yang dipakai ini harus sedemikian rupa,sehingga mempunyai cukup kekuatan untuk membedakan barang hasil produksi seseorang dengan barang hasil produksi orang lain.
Dalam prakteknya banyak merek dagang yang jika dianalisis tidak dapat dikategorikan sebagai merek, seperti contohnya adalah merek dagang Slimming Tea yang diproduksi oleh PT.Mustika Ratu. Meskipun begitu merek slimming tea telah menjadi merek terkenal dan PT.Mustika Ratu menggugat PT.Phyto Kemo Agung Farma karna pemakaian merek Special Slimming Tea.
Jika kita pahami dan cermati maka merek Slimming Tea tidak memenuhi syarat sebagai merek karena slimming tea merupakan keterangan produk, hal ini dapat dilihat melalui kata slimming yang berarti pelangsing dan tea yang berarti teh, dalam kemasan produk tersebut terdapat khasiat dari slimming Tea adalah untuk melangsingkan tubuh dengan demikian merek slimming Tea merupakan keterangan produk.
Dalam proses penemuan hukum, penterjemahan dari kata-kata merupakan penafsiran gramatikal, menafsirkan undang-undang menurut arti perkataan atau istilah, antara bahasa dengan hukum terdapat hubungan yang erat sekali. Bahasa merupakan alat satu-satunya yang dipakai pembuat undang-undang untuk menyatakan kehendaknya.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian diatas, penulis mencoba untuk menganalisis permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah kata Slimming Tea yang digunakan oleh PT.Mustika Ratu sebagai merek memenuhi syarat yang dapat didaftarkan berdasarkan Undang-Undang No.15 tahun 2001 Tentang Merek?
2. Sejauh manakah Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 Tentang merek mengatur mengenai merek yang menggunakan kata-kata milik umum dan merek merupakan keterangan produk
MEREK DAGANG YANG TIDAK MEMENUHI PERSYARATAN SEBAGAI MEREK
A. Merek dagang yang tidak memenuhi persyaratan sebagai merek
Merek adalah suatu tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka , susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam perdagangan barang atau jasa, definisi ini terdapat dalam pasal 1 ayat (1) UU No.15 Tahun 2001.
Menurut Molengraaf, “merek adalah dengan mana dipribadikanlah sebuah barang tertentu untuk menunjukkan asal barang dan jaminan kualitasnya sehingga bisa dibandingkan dengan barang-barang sejenis yang dibuat dan diperdagangkan oleh orang atau perusahaan lain . Menurut Asian Law Group merek adalah sesuatu (gambar atau nama) yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu produk atau perusahaan di pasaran . Menurut Sudargo Gautama, perumusan pada Paris Convention, suatu trade mark atau merek pada umumnya didefinisikan sebagai suatu tanda yang berperan untuk membedakan barang-barang dari suatu perusahaan dengan barang-barang dari perusahaan lain . Dapat diartikan dari definisi-definisi tersebut bahwa merek merupakan sebuah cap dagang atau jasa yang digunakan dalam sebuah kegiatan perdagangan yang dapat dijadikan sebagai tanda yang dimiliki produsen untuk dapat memperkenalkannya kepada konsumen.
Syarat mutlak suatu merek yang harus dipenuhi oleh setiap orang ataupun badan hukum yang ingin memakai suatu merek, agar supaya merek itu dapat diterima dan dipakai sebagai merek atau cap dagang, syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah bahwa merek itu harus mempunyai daya pembedaan yang cukup.
Merek atas barang lazim disebut sebagai merek dagang, yaitu merek yang digunakan/ditempelkan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang atau badan hukum. Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang , atau badan hukum. Merek sebagai tanda pembeda dapat berupa nama, kata, gambar, huruf, angka, susunan warna atau kombinasi unsur-unsur tersebut.
Dalam praktek perniagaan banyak terdapat merek dagang yang dipakai dalam kegiatan perdagangan tetapi jika ditelaah merek tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai merek, dengan alas an tidak memenuhi syarat, salah satu contoh adalah merek dagang slimming Tea yang merupakan jenis merek yang tidak dapat didaftarkan, tetapi dalam kenyataanya merek tersebut digunakan.
Ketentuan Undang-Undang Merek No.15 Tahun 2001 mengatur lebih lanjut apasaja yang tidak dapat dijadikan suatu merek atau yang tidak dapat didaftarkan sebagai sutu merek.
Menurut Pasal 5 UUM Tahu 2001 merek tidak dapat didaftarkan apabila mengandung salah satu unsur di bawah ini :
a. Bertentangan dengan peraturan perundang yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan dan ketertiban umum
b. Tidak memiliki daya pembeda
c. Telah menjadi milik umum
d. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran.
Apakah yang dimaksudkan dengan daya pembedaan? Pertanyaan itu tidak dapat dijawab secara pasti melainkan hanya secara negatif, tidak mempunyai daya pembeda ialah antara lain:
1. Amat sederhana bentuknya seperti hanya terdiri dari titik-titik, garis-garis, huruf-huruf, angka-angka, lingkaran-lingkaran, segitiga-segitiga.
2. Yang merupakan lukisan barangnya sendiri untuk mana merek dipergunakan, misalnya lukisan rokok kretek tidak dapat dijadikan merek untuk rokok kretek, lukisan kedele tidak dapat dipergunakan sebagai merek untuk kecap.
3. Yang terdiri dari lukisan atau perkataan yang menyatakan sifat barang yang mana merek dipergunakan misalnya lukisan bunga mawar tanpa tambahan sesuatu untuk minyak wangi, bedak dan barang toilet.
4. Yang terdiri dari nama Negara atau peta Negara, nama daerah, nama kota karena menyatakan tentang asalnya barang untuk mana merek dipergunakan misalnya nama kota Paris tidakdapat / boleh dipergunakan sebagai merek roti mari yang dibuat di Bandung.
5. Yang terdiri dari lukisan atau perkataan yang telah menjadi milik umum, misalnya lukisan tengkorak manusia dengan tulang bersilang sebagai merek untuk racun, perkataan merek ”merdeka” yang dipakai secara luas dalam masyarakat.
Agar supaya suatu merek dapat diterima sebagai merek atau cap dagang, syarat mutlak dari padanya ialah bahwa merek ini harus mempunyai daya pembedaan yang cukup. Dengan lain perkataan, tanda yang dipakai ini (sign) haruslah sedemikian rupa, hingga mempunyai cukup kekuatan untuk membedakan barang hasil produksi suatu perusahaan atau barang perniagaan (perdagangan) dari seseorang dari barang-barang orang lain. Barang-barang yang dibubuhi tanda atau merek itu harus dapat dibedakan daripada barang-barang orang lain karena adanya merek ini. Merek adalah alat untuk membedakan barang dan tanda yang dipakai sebagai merek ini kiranya harus memiliki daya pembedaan untuk dapat membedakan barang yang bersangkutan.
Untuk mempunyai daya pembedaan ini, maka adalah syarat mutlak bahwa merek bersangkutan ini harus dapat memberikan penentuan atau “individualisering” dari pada barang yang bersangkutan. Pihak ketiga yang akan melihat juga dan dapat membedakan karena adanya merek ini, barang-barang hasil produksi seseorang dari pada hasil produksi orang lain .
Merek ini harus merupakan suatu tanda. Tanda ini harus dicantumkan pada barang yang bersangkutan atau bungkusan dari pada barang itu. Dianggap tidak cukup mempunyai kekuatan pembedaan dan karenanya bukan merupakan merek misalnya bentuk, warna atau suatu ciri lain daripada barang atau bungkusannya. Misalnya bentuk yang khas atau warna dari sepotong sabun atau dari suatu doos atau tube atau botol. Semua ini tidak cukup mempunyai daya pembeda an untuk dipandang sebagai merek.
Adanya daya pembeda yang kuat pada suatu merek mengakibatkan perlindungan yang kuat. Sebaliknya rendahnya daya pembeda membuat perlindungan merek di sini rendah pula. Perlindungan merek disini adalah perlindungan yang dalam hubungannya dengan kemampuan daya pembeda yang dimiliki oleh merek tersebut terkait dengan penilaian ada atau tidaknya persamaan pada pokoknya dengan merek pihak lain.
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 15 Tahun 2001 ada beberapa unsur yang dapat dijadikan sebagai tanda untuk menciptakan suatu merek barang atau jasa yaitu terdiri dari gambar, nama, kata, huruf-huruf atau angka-angka dan susunan warna. Masing-masing unsure tersebut dapat berdiri sendiri tanpa kombinasi antara satu dengan yang lainnya. Sebaliknya salah satu unsur dapat dikombinasi dengan unsur lainnya atau seluruh unsur dapat dikombinasi .
Dalam menganalisis merek slimming tea ,hendaknya tidak harus dipergunakan pengertian merek sebagai kombinasi dari unsur gambar,nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, karena jika dilihat dari sisi tersebut maka nama yang digunakan seolah tidak terlalu penting dalam merek tersebut karena yang terpenting adalah kombinasinya, tetapi jika kita pelajari mendalam nama sebuah merek merupakan unsure yang paling penting dalam merek karena masyarakat biasanya mengenal sebuah merek pertama dilihat nama merek tersebut, bukan warna atau kombinasi unsure tersebut, oleh karena itu nama dari sebuah merek harus memiliki daya pembeda dengan merek lainnya,tidak memakai kata umum yang sudah banyak digunakan orang dan merek tersebut bukan merupakan keterangan produk, karena jika memakai nama yang diambil dari produk maka kemungkinan akan terjadi persamaan dengan merek dari produsen lain yang memproduksi barang sejenis.
B. Merek dagang yang merupakan keterangan produk dan merek yang menggunakan kata milik umum dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek
Kata-kata yang mengandung keterangan jenis barang atau jasa tidak boleh dipergunakan menjadi merek karena larangan ini menyangkut persoalan daya pembeda. Apabila setiap merek dagang atau jasa semata-mata terdiri dari kata-kata keterangan jenis barang atau jasa maka dianggap sangat lemah daya pembedanya. Kata-kata seperti itu bersifat umum karena tidak mampu memberikan indikasi identitas khusus baik mengenai sumber dan kualitas yang dimiliki oleh barang atau jasa yang bersangkutan.
Nama dari jenis barang tidak dapat dipakai sebagai merek. Nama jenis dari sesuatu barang (soortnaam) yang sudah lazim dipakai oleh perusahaan, tidak dapat dipakai sebagai merek, sebagai contoh misalnya “kecap”, “limun”, “sirop” tidak akan dapat dipakai sebagai merek, maka akan dihalang-halangi orang lain untuk menyebut barang-barang yang bersangkutan dengan nama yang lazim dipakai ini.
Maksud dari merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftarannya seperti merek “kopi atau gambar kopi” untuk produk kopi. Contoh lain misalnya merek “mobil atau gambar mobil” untuk produk mobil. Ini maksudnya agar pihak konsumen tidak keliru, sebab jika hal itu dibenarkan ada kemungkinan orang lain akan menggunakan merek yang sama oleh karena bendanya, produknya atau gambarnya sama dengan mereknya.
Juga tidak dapat dianggap sebagai merek perkataan-perkataan yang mengandung keterangan tentang macam barang, seperti misalnya perkataan-perkataan asin atau manis, harum dan sebagainya.
Keterangan tentang waktu dan tempat pembuatan misalnya 1945, atau 1956, atau nama tempat pembuatan seperti Solo, Kedu, Bandung, Jakarta dan sebagainya. Ini dianggap pula tidak mempunyai daya pembedaan. Juga keterangan tentang jumlah barang dianggap kurang kuat untuk dipandang sebagai merek, misalnya perkataan satu losin, satu dus, 10, 30. Semua ini tidak mempunyai kekuatan pembedaan .
Kata-kata yang menunjukkan bentuk dari sesuatu barang, misalnya persegi, bundar, lonjong dan sebagainya, tidak dapat digunakan sebagai merek yang dapat didaftarkan, juga kata-kata yang hanya mengkedepankankan tujuan dari barang, misalnya lukisan tentang “orang yang sedang mencukur jenggotnya”, tidak dapat dipakai sebagai tanda merek dari pisau silet.
Kata-kata yang menunjukkan ukuran sesuatu barang tidak dapat dipakai sebagai merek, misalnya ukuran large, small, medium dan sebagainya, selain itu kata-kata tentang berat barang misalnya 100 gram, atau 1 Kg, 1 liter dan sebagainya, semua ini bukan merupakan kata-kata untuk merek.
Merek terdaftar yang mengandung unsur berupa merek yang merupakan keterangan atau berkaitan dengan produk barang atau jasa yang dimintakan pendaftarannya merupakan alasan permohonan pembatalan merek.
Pembatalan merek terdapat pada Pasal 68 ayat (1) UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek yang berbunyi :
“gugatan pembatalan Merek dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. Pasal 5 atau Pasal 6”
Alasan-alasan pembatalan yang terdapat Pasal 5 UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek berbunyi :
Merek tidak dapat didaftar apabila Merek tersebut mangandung salah satu unsure di bawah ini :
a. Bertentangan dengan perturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesuasilaan atau ketertiban umum;
b. Tidak memiliki daya pembeda;
c. Telah menjadi milik umum; atau
d. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.
Kata Slimming Tea yang dipakai oleh PT.Mustika Ratu sebagai merek dari teh pelangsing merupakan kata asing sehingga dalam sertifikat merek harus disertakan arti dari Slimming Tea tersebut, arti Slimming Tea adalah teh pelangsing, merupakan jenis barang jamu celup pelangsing, dan dalam kemasan Slimming Tea tertera mengenai khasiat dan kegunaan adalah untuk melangsingkan tubuh.
Kata Slimming Tea (teh pelangsing) yang dijadikan merek oleh PT.Mustika Ratu tidak memiliki daya pembeda. Daya pembedaan yang cukup dapat dikatakan tanda yang dipakai ini (sign) haruslah sedemikian rupa, hingga mempunyai cukup kekuatan untuk membedakan barang hasil produksi suatu perusahaan atau barang perniagaan (perdagangan) dari seseorang dari barang-barang orang lain. Kata Slimming Tea (teh pelangsing) dapat dipakai oleh setiap orang dan badan hukum yang memproduksi teh pelangsing karena Kata Slimming Tea jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia memiliki arti teh pelangsing dan kata Slimming Tea merupakan kata umum, merek Slimming tea tidak mempunyai cukup kekuatan untuk membedakan barang hasil produksi PT.Mustika Ratu dengan barang hasil produsen teh pelangsing lainnya.
Merek itu harus merupakan suatu tanda, yang dapat dicantumkan pada barang yang bersangkutan atau bungkusan dari barang itu. Jika suatu barang hasil produksi suatu perusahaan tidak mempunyai kekuatan pembedaan dianggap sebagai tidak cukup mempunyai kekuatan pembedaan dan kerenanya bukan merupakan merek. Adanya daya pembeda yang kuat pada suatu merek mengakibatkan perlindungan yang kuat. Sebaliknya rendahnya daya pembeda membuat perlindungan merek di sini rendah pula. Perlindungan merek disini adalah perlindungan yang dalam hubungannya dengan kemampuan daya pembeda yang dimiliki oleh merek tersebut terkait dengan penilaian ada atau tidaknya persamaan pada pokoknya dengan merek pihak lain.
Tidak adanya daya pembeda pada merek Slimming Tea mengakibatkan lemahnya perlindungan merek, maka tidak dapat dipersalahkan jika ada produsen atau perusahaan lain yang memproduksi teh pelangsing yang memakai kata Slimming Tea sehingga memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek Slimming Tea milik PT.Mustika Ratu.dalam hal ini adalah PT,Phyto Kemo Agung Farma sebagai pemilik Merek Special Slimming Tea.
Selain tidak memiliki daya pembeda merek Slimming Tea milik PT.Mustika Ratu merupakan keterangan produk hal ini dapat dilihat dalam sertifikat merek Slimming Tea yang menyebutkan arti kata dari Slimming Tea yaitu teh pelangsing, PT.Mustika Ratu memakai merek Slimming Tea ini untuk produk teh yang berkhasiat untuk melangsingkan tubuh.
Kata-kata yang mengandung keterangan jenis barang atau jasa tidak boleh dipergunakan menjadi merek karena larangan ini menyangkut persoalan daya pembeda. Apabila setiap merek dagang atau jasa semata-mata terdiri dari kata-kata keterangan jenis barang atau jasa maka dianggap sangat lemah daya pembedanya. Kata-kata seperti itu bersifat umum karena tidak mampu memberikan indikasi identitas khusus baik mengenai sumber dan kualitas yang dimiliki oleh barang atau jasa yang bersangkutan. Kata-kata Slimming Tea merupakan kata yang bersifat umum yang tidak mampu memberikan identitas khusus mengenai barang yang diproduksi oleh PT.Mustika Ratu. Dilihat dari sudut arti dari merek Slimming Tea yaitu Teh pelangsing maka Slimming Tea Merupakan keterangan produk dan sangat lemah daya pembedanya sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai merek karena syarat dari sebuah merek adalah memiliki daya pembeda.
Berdasarkan argumen-argumen hukum diatas, maka merek Slimming Tea milik PT.Mustika Ratu tidak dapat dikategorikan sebagai merek karena merupakan keterangan dari produk selain itu Merek Slimming Tea tidak memiliki daya pembeda,sehingga terhadap Kata Slimming Tea tidak dapat digunakan sebagai merek karena syarat utama merek adalah memiliki daya pembeda.
Berdasarkan Pasal 5 huruf b dan huruf d UU No.15 Tahun 2001, maka kata Slimming Tea yang dimiliki oleh PT.Mustika Ratu tidak dapat didaftarkan sebagai merek karena kata Slimming Tea jika diterjemahkan menjadi teh pelangsing merupakan kata yang lazim dan dapat digunakan oleh setiap orang, sehingga tidak ada unsur pembedaan di dalam kata Slimming Tea tersebut dan jika dikaitkan dengan Pasal 5 huruf d, kata Slimming Tea milik PT. Mustika Ratu tidak dapat didaftar sebagai merek karena merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Kata Slimming Tea jika diterjemahkan adalah teh pelangsing sedangkan barang yang didaftar oleh Mustika Ratu terdapat dalam kelas barang no 5 yaitu teh pelangsing. Berdasarkan Pasal 68 UU No.15 Tahun 2001, terhadap merek Slimming Tea dapat diajukan gugatan pembatalan merek oleh PT.Phyto Kemo Agung Farma karena alasan pembatalan merek yang terdapat dalam Pasal 5, gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan Niaga.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya dan analisis yang mendalam di dalamnya,maka dapat diberikan simpulan dan saran, dari uraian diatas diberikan simpulan sebagai berikut :
1. Menurut Pasal 5 UUM Tahun 2001 merek tidak dapat didaftarkan apabila mengandung salah satu unsur Bertentangan dengan peraturan perundang yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan dan ketertiban umum ,Tidak memiliki daya pembeda ,Telah menjadi milik umum, Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran. Dalam menganalisis merek yang tidak dapat didaftar seperti slimming tea ,hendaknya tidak harus dipergunakan pengertian merek sebagai kombinasi dari unsur gambar,nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, karena jika dilihat dari sisi tersebut maka nama yang digunakan seolah tidak terlalu penting dalam merek tersebut karena yang terpenting adalah kombinasinya, tetapi jika kita pelajari mendalam nama sebuah merek merupakan unsure yang paling penting dalam merek karena masyarakat biasanya mengenal sebuah merek pertama dilihat nama merek tersebut, bukan warna atau kombinasi unsure tersebut, oleh karena itu nama dari sebuah merek harus memiliki daya pembeda dengan merek lainnya,
2. Penggunaan merek Slimming Tea oleh PT.Mustika Ratu tidak memenuhi syarat sebagai merek yang dapat didaftarkan Berdasarkan Undang-Undang No.15 tahun 2001 Tentang Merek, karena Slimming Tea milik PT.Mustika Ratu merupakan keterangan dari produk yang dimintakan pendaftarannya dan tidak memiliki daya pembeda hal ini sesuai dengan Pasal 5 huruf b dan huruf d, oleh karena itu terhadap merek Slimming Tea milik PT.Mustika Ratu ini dapat dikenakan pembatalan merek menurut Pasal 68 ayat (1) UU No.15 Tahun 2001.
B. Saran
1. Dalam menentukan apakah sebuah merek dapat didaftarakan, hendaknya menganalisis masing-masing unsure merek secara berdiri sendiri
2. Direktorat Jenderal Hak kekayaan intelektual hendaknya lebih memperhatikan dalam pendaftaran merek, sehingga meminimalisir pembatalan merek akibat unsure-unsur mereknya tidak terpenuhi
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
Adrian Sutedi, Hak Kekayaan Intelektual, Sinar grafika,Jakarta,2009
Mahadi, Hak Milik Immateriil,BPHN-Bina Cipta,Jakarta,1985
Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (sejarah, teori dan prakteknya di Indonesia), Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997
OK.Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual,Rajawali pers, Jakarta, 1995
Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, Hak Kekayaan Intelektual Di Indonesia, Bani Quraisy,Bandung,2004
Rachmadi Usman,Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, Alumni,Bandung,2003
RM.Suryodiningrat,Aneka Hak Milik Perindustrian,Tarsito Bandung, Bandung,1981
Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata,Hukum Merek Indonesia,Citra Aditya Bakti,Bandung,1993
Tim Lindsey dkk, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Alumni, Bandung, 2003
Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Penafsiran dan konstruksi hukum, Alumni, Bandung,2000
B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek
C. Sumber Lainnya
Dwi Agustin Kurniasih, “Perlindungan Pemilik Merek Terdaftar dari Perbuatan Passing Off (Pemboncengan Reputasi) (bagian II)”,dgip.go.id, 14 Desember 2009, 16.00 WIB
Dwi Agustin Kurniasih, “Perlindungan Pemilik Merek Terdaftar dari Perbuatan Passing Off (Pemboncengan Reputasi) (bagian II)”,dgip.go.id, 14 Desember 2009, 16.00 WIB
Rabu, 13 Oktober 2010
Penghilangan Pasal dalam Undang-Undang
Perumusan Undang-Undang di DPR RI sarat dengan intervensi dari pihak asing (pihak luar) yang berkepentingan, terbukti dengan adanya kasus hilangnya pasal tentang tembakau dalam RUU kesehatan,
Penghilangan salah satu ayat dalam UU Kesehatan 2009 pertama kali diumumkan oleh empat lembaga, yakni Tobacco Control Network, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Komisi Perlindungan Anak (KPA). Keempat lembaga ini pula yang menjadi pioner mengadvokasi upaya penghilangan klausul tersebut ke ranah hukum untuk diusut tuntas sebagai tindak pidana.
Kisah penghilangan salah satu ayat pada Pasal 113 UU Kesehatan 2009 berkaitan dengan pengendalian tembakau yang mengandung nikotin yang membahayakan kesehatan masyarakat. Ayat yang berusaha dihilangkan adalah ayat 2 yang berbunyi: "Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau padat...."
Dari segi prosedural, pihak yang biasanya melakukan penyisiran kembali sebuah naskah RUU yang sudah final dibahas dan telah disetujui dalam rapat paripurna adalah sekretariat komisi atau panitia khusus (pansus) yang bersangkutan
Bertolak dari segi ini, secara teknis pengusutan bisa diawali pada pegawai dan/atau pejabat yang menangani naskah undang-undang yang terlibat pada dua institusi, mulai dari sekretariat Komisi /Pansus, Sekretariat Jenderal DPR hingga ke Sekretariat Negara.
Pada dua instansi tersebut kemungkinan besar proses penghilangan terjadi karena secara prosedural, naskah RUU yang final dibahas dan disahkan melalui sidang paripurna DPR dikirim oleh staf Setjen DPR kepada Sekretariat Negara untuk ditandatangani Presiden dan dimasukkan ke dalam lembaran negara.
Pegawai dan/ atau pejabat yang berupaya menghilangkan ayat dalam UU Kesehatan harus diberi sanksi yang setimpal karena perbuatan dapat digolongkan tindak pidana. Selain itu, tindakan seperti itu besar kemungkinan bukan kelalaian semata karena ayat 2 yang dihilangkan diganti oleh ayat 3 yang digeser menjadi ayat 2 sehingga nampak ada perubahan.
Perbuatan penghilangan baru diketahui setelah membandingkan bagian penjelasan UU yang masih berjumlah tiga ayat, dan nampaknya luput dihilangkan secara bersama-sama dengan isi yang berada didalam batang tubuh UU.
Bila hasil pengusutan terbukti sebagai perbuatan yang disengaja, perbuatan penghilangan ayat dalam UU merupakan bentuk contempt of parliament (Penghinaan terhadap Parlemen) dan kepada mereka yang terlibat harus dikenakan hukuman penjara.
Penghilangan pasal juga dapat disebut penghianatan Sifat Penghianatan Intern (hoogveraad) yang ditujukan untuk mengubah struktur kenegaraan atau struktur pemerintahan yang ada, termasuk juga tindak pidana terhadap kepala negara jadi mengenai keamanan intern (inwendige veiligheid) dari negara yang terdapat dalam pasal 104,106,107,108,110.
Menghilangkan pasal dalam undang-undang juga ternasuk dalam tindakan sabotase yang dapat digolongkan dalam tindak pidana subversi yang termuat dalam Penetapan Presiden Nomor 11 Tahun 1963 tanggal 16 Oktober 1963, tindak pidana ini yang oleh pasal 13 ayat 5 diancam dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau selama 20 tahun.
Namun bila hasil pengusutan sebaliknya, hanya sekadar kelalaian tetap harus diberi sanksi administratif karena kelalaian semacam ini dapat berakibat fatal terhadap sebuah kebijakan nasional strategis yang berdampak luas pada masyarakat.
Kamis, 29 Juli 2010
DAMPAK PERTUMBUHAN PENDUDUK TERHADAP POLEMIK KEMISKINAN DI INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana termuat dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945. Program-program pembangunan yang dilaksanakan selama ini juga selalu memberikan perhatian besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meskipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini terus-menerus menjadi masalah yang berkepanjangan.[1]
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin".[2]
Kemiskinan disebut sebagai masalah sosial, dan bahkan merupakan masalah sosial yang paling rumit dan sulit, karena kemiskinan mendatangkan berbagai gangguan terhadap kehidupan bermasyarakat. Ini tampak jelas dari fakta-fakta bahwa sebagian besar kejahatan terkait baik secara langsung maupun secara tidak langsung dengan kemiskinan. Kasus-kasus seperti pencurian dan perampokan, misalnya, terkait langsung dengan kemiskinan, sedangkan kasus-kasus seperti pengangguran dan kondisi kesehatan yang buruk dengan segala konsekwensinya terkait secara tidak langsung dengan kemiskinan, karena masyarakat miskin tidak mampu mendapatkan pendidikan yang memadai dan makanan yang bergizi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di Indonesia tahun 1996 masih sangat tinggi,yaitu sebesar 17,5 persen atau 34,5 juta orang. Hal ini bertolak belakang dengan pandangan banyak ekonom yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan pada akhirnya mengurangi penduduk miskin.
Perhatian pemerintah terhadap pengentasan kemiskinan pada pemerintahan reformasi terlihat lebih besar lagi setelah terjadinya krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997. Meskipun demikian, berdasarkan penghitungan BPS, persentase penduduk miskin di Indonesia sampai tahun 2003 masih tetap tinggi, sebesar 17,4 persen,dengan jumlah penduduk yang lebih besar, yaitu 37,4 juta orang.[3]
Bahkan, berdasarkan angka Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2001, persentase keluarga miskin (keluarga prasejahtera dan sejahtera I) pada 2001 mencapai 52,07 persen, atau lebih dari separuh jumlah keluarga di Indonesia. Angka- angka ini mengindikasikan bahwa program - program penanggulangan kemiskinan selama ini belum berhasil mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia.
Program penanganan permasalahan kemiskinan pada dasarnya harus berpulang kepada esensi dasar permasalahan kemiskinan. Kemiskinan di satu sisi dipandang sebagai dampak permasalahan ekonomi makro, pertikaian politik, konflik sosial di masyarakat, dan lain-lain. Namun di sisi lain kemiskinan pada dasarya juga merupakan permasalahan kependudukan[4]
B. PERMASALAHAN
1. Bagaimanakah pengaruh pertumbuhan penduduk pada meningkatnya kemiskinan?
2. Apakah pemerintah dapat mengentaskan kemiskinan melalui kebijakan kependudukan?
BAB II
DAMPAK PERTUMBUHAN PENDUDUK TERHADAP POLEMIK KEMISKINAN DI INDONESIA
A. Pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap kemiskinan
Indonesia merupakan sebuah Negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil [5] dengan luas tabah kira-kira 2 juta km² dan jumlah penduduk yang ke empat terpadat di dunia setelah China, India,dan Amerika.
Sebagaimana diketahui perubahan angka pertumbuhan penduduk disebabkan oleh unsur-unsur :
1. Fertilitas
2. Mortalitas
3. Migrasi
Fertilitas atau kelahiran merupakan salah satu faktor penambah jumlah penduduk disamping migrasi,jumlah kelahiran setiap tahun di Indonesia masih besar, jumlah bayi yang lahir setelah tahun 2000 masih tetap banyak jumlahnya tiap-tiap tahun jumlah kelahiran bayi di Indonesia mencapai sekitar 4,5 juta bayi
Mortalitas atau kematian merupakan salah satu dari 3 faktor demogarafis selain fertilitas dan migrasi, yang dapat mempengaruhi jumlah dan komposisi umur penduduk, factor social ekonomi seperti pengetahuan tentang kesehatan, gizi dan kesehatan lingkungan, serta kemiskinan merupakan factor individu dan keluarga mempengaruhi mortalitas dalam masyarakat.
Migrasi adalah merupakan gerak perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain dengan tujuan untuk menetap di daerah tujuan, migrasi sering diartikan sebagai perpindahan yang relative permanen dari suatu daerah ke daerah lainnya (orangnya disebut migran).
Pertumbuhan penduduk, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah, dan sempitnya kesempatan kerja merupakan akar permasalahan kemiskinan. Jadi aspek demografis mempunyai kaitan erat dengan masalah kemiskinan yang dihadapi di Indonesia pada saat ini. Daerah miskin sering ditinggalkan penduduknya untuk bermigrasi ke tempat lain dengan alasan mencari kerja.
Banyak ide dan teori yang sudah dipaparkan cendekiawan-cendekiawan terdahulu mengenai hubungan antara pertumbuhan penduduk dan kemiskinan. Salah satunya adalah Malthus. Malthus meyakini jika pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan maka suatu saat nanti sumber daya alam akan habis. Sehingga muncul wabah penyakit, kelaparan, dan berbagai macam penderitaan manusia.
philip Hauser menganggap kemiskinan tercipta dari tidak optimalnya tenaga kerja dalam bekerja dikarenakan adanya ketidakcocokan antara pendidikan dan pekerjaan yang ditekuni. Hal ini disebabkan oleh tingginya jumlah penduduk yang masuk ke pasar kerja sehingga memaksa pencari kerja untuk mendapatkan pekerjaan secepat-cepatnya walaupun tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya akibat ketatnya persaingan dalam mencari kerja.
Kedua pemaparan ahli tersebut bermuara ke satu arah yakni jumlah penduduk yang besar sebagai penyebab timbulnya kemiskinan, Tinggi rendahnya jumlah penduduk dipengaruhi oleh proses demografi yakni; kelahiran, kematian, dan migrasi. Tingkat kelahiran yang tinggi sudah barang tentu akan meningkatkan tingkat pertumbuhan penduduk. Namun demikian, tingkat kelahiran yang tinggi di Indonesia kebanyakan berasal dari kategori penduduk golongan miskin. Sampai-sampai ada idiom yang menyebutkan bahwa ''tidak ada yang bertambah dari keluarga miskin kecuali anak''.
Selain meningkatkan beban tanggungan keluarga, anak yang tinggal di keluarga miskin sangat terancam kondisi kesehatannya akibat buruknya kondisi lingkungan tempat tinggal dan ketidakmampuan keluarga untuk mengakses sarana kesehatan jika anak mengalami sakit. Hal yang sama juga dialami ibu hamil dari keluarga miskin. Buruknya gizi yang diperoleh semasa kehamilan memperbesar resiko bayi yang dilahirkan tidak lahir normal maupun ancaman kematian ibu saat persalinan. Maka dari itu infant mortality rate (tingkat kematian bayi) dan maternal mortality rate (tingkat kematian ibu) di golongan keluarga miskin cukup besar. Tingkat kematian merupakan indikator baik atau buruknya layanan kesehatan di suatu negara. Tingkat kematian penduduk di negara berkembang, termasuk Indonesia, masih didominasi golongan penduduk miskin.
Masalah migrasi juga memicu pertambahan penduduk secara regional. Salah satu contohnya adalah kasus Pulau Jawa. Pulau Jawa luasnya hanya 7 persen dari total luas wilayah nasional namun penduduk yang berdiam di Jawa adalah 60 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Kesenjangan antar pulau ini menyebabkan munculnya kemiskinan baik di pulau-pulau luar yang tidak berkembang maupun di Pulau Jawa sebagai akibat ketidakmampuan mayoritas penduduk mendatang maupun lokal yang kalah bersaing dalam mendapatkan penghidupan yang layak.
Kesimpulannya adalah bahwa pertumbuhan penduduk berkaitan dengan kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat. Pengetahuan tentang aspek-aspek dan komponen demografi seperti fertilitas, mortalitas, morbiditas, migrasi, ketenagakerjaan, perkawinan, dan aspek keluarga dan rumah tangga akan membantu para penentu kebijakan dan perencana program untuk dapat mengembangkan program pembangunan kependudukan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tepat sasaran.
B. Pengentasan kemiskinan melalui kebijakan kependudukan
Pertumbuhan penduduk yang pesat dapat berimplikasi negatif pada pertumbuhan ekonomi dan upah serta kemiskinan jika tidak dibarengi oleh program pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar bagi publik. dan dari telaahan terhadap beberapa penelitian menjelang tahun 2000, diperoleh kesimpulan bahwa (1) pertumbuhan penduduk mempunyai hubungan kuat-negatif dan signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi, (2) penurunan pesat dari fertilitas memberikan kontribusi relevan terhadap penurunan kemiskinan. Penemuan baru ini memberikan kesan yang amat kuat, dibanding sebelumnya, bahwa fertilitas tinggi di negara berkembang selama ini ternyata merupakan salah satu sebab dari kemiskinan yang terus menerus, baik pada tingkat keluarga ataupun pada tingkat makro (Birdsal dan Sanding, 2001 dalam Sri Moertiningsih, 2005).
Permasalahan kependudukan hanya berputar pada masalah pokok demogarafis yaitu fertilitas (kelahiran), Mortalitas(kematian) dan mobilitas(migrasi), secara sepintas permasalahan ini Nampak sederhana namun jika menyadari bahwa permasalahan kependudukan tidak mengkaji individu per individu, masalah yang sesungguhnya tidak pernah sederhana oleh karena itu pada sisi lain permasalahn kependudukan dapat melebar ke berbagai permasalahan social ekonomi lain, ketenagakerjaan dan kemiskinan sebagai contoh adalah isu yang sangat erat dan sering dianggap sebagai bagian dari permasalahan kependududukan . Karenanya tidaka mengherankan bahwa Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)merasa ikut bertanggung jawab dengan masalah kemiskinan dan lembaga ini mempunyai program pengentasan keluarga miskin .[6]
kemiskinan yang telah melanda Indonesia saat ini perlulah ditinjau dari segi hukum,hukum berpengaruh pada kemiskinan melalui kebijakan-kebijakan, jadi hukum lah yang menormatifkan segala ide dan gagasan yang dirangkum dalam sebuah kebijakan yakni berupa Undang-Undang.
Meskipun pada umumnya sudah diketahui manfaat pendekatan multi disiplin dengan mengikutsertakan berbagai cabang ilmu pengetahuan , seperti medic, sosiologi, demografi ekonomi dan lainnya dalam upaya melembagakan dan membudidayakan KB dalam masyarakat tetapi hubungan antara bidang hukum dengan masalah KB, kependudukan masih perlu ditegaskan sebagai masalah yang belum banyak diketahui oleh umum.[7]
Program penanganan kemiskinan melalui kebijakan kependudukan dapat menjadi salah satu alternatif bagi pengentasan kemiskinan. Salah satu contoh penerapan kebijakan kependudukan bagi pengentasan kemiskinan adalah dengan pencanangan KB (Keluarga berencana) dengan cara penyediaan kontrasepsi gratis bagi keluarga miskin. Hal ini dapat secara signifikan menurunkan tingkat kelahiran di keluarga miskin sehingga program penanganan kemiskinan yang dilakukan setelahnya dapat berjalan lebih optimal dan terasa.
Pemerintah daerah dapat menghemat dana program penanganan kemiskinan dengan mengalokasikannya ke kampanye penggunaan alat kontrasepsi (misalnya). Selain itu pemerintah daerah akan menjadi lebih fokus terhadap kelompok rumah tangga miskin yang sudah bisa mengendalikan tingkat kelahiran mereka. Beban tanggungan mereka yang berupa anak akan menjadi lebih sedikit, sehingga program penanganan kemiskinan akan lebih terasa dan benmakna untuk pengembangan mereka.
Perubahan kebijakan kependudukan
Penduduk miskin masih sangat banyak dan meningkatnya pengangguran akibat krisis adalah adalah dua masalah yang sangat penting untuk diperhatikan, sementara itu daya tampung dan daya dukung lingkungan makin lama makin menghawatirkan. Dengan kebijakan penduduk yang selama ini, hasil-hasil positif yang diperoleh dikhawatirkan akan tidak bisa berlanjut oleh karenanya perlu adanya pengkajian ulang tentang kebijakan-kebijakan kependudukan untuk mengubahnya kearah yang lebih responsive dengan keadaan pada masa mendatang [8]
Tuntutan terhadap perubahan kebijakan kependudukan adalah kearah perubahan yang lebih mendasar, tidak sekadar tambal sulam. Kebijakan kependudukan sudah tidak dapat ditawar lagi kebijakan-kebijakan kependudukan hendaknya mengacu pada isu-isu yang ada selama ini, pemerintah dalam meninjau kebijakan kependudukan yang ada dan merumuskan kebijakan kependudukan yang baru yang mampu mengendalikan pertumbuhan dan persebaran penduduk tetapi lebih penting lagi bias memperbaikai martabat dan kualitas dari penduduk Indonesia.[9]
Selama ini arah kebijakan kependudukan lebih banyak ditujukan pada target-target kuantitaif dari parameter-parameter demografis seperti penurunan angka fertilitas dan mortalitas serta jumlah peserta program transmigrasi, target-target tersebut menjadi sesuatu yang tidak bias ditawar lagi dan harus dicapai apapun jalan yang harus ditempuh akibanya di kalangan pelaksana program biasanya diikuti dengan pendekatanyang kurang simpatik terhadap kelompok sasaran. Hasilnya tidak cukup memadai kalaupun culkup memadai keberlangsungannya dapat dipertanyakan, oleh krnanya orientasi pada kualitas baik dalam proses implementasi program maupun hasil yang dihaarapkan yaitu kualitas penduduk sudah saatnya menjadi arah kebijakan dan program yang baru [10]
Dalam kerangka pemikiran ini penting untuk menempatkan hak-hak asasi manusia sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kebijakan dan program kependudukan, isu ini dalam kebijakan dan program kependudukan yang sebelumnya tidak terlalu diabaikan , hak-hak tersebut yang terkait dalam dengan pengendalian pertumbuhan penduduk yaitu hak-hak reproduksi sehingga orientasi program keluarga berencana sudah saatnya untuk bergeser ke program kesehatan reproduksi. Kebijakan penurunan mortalitas juga sangat erat dengan masalah hak asasi warga Negara . pada implementasinya program pemerintah harus menjamin hak-hak itu dalam bentuk antara lain menjamin tersedianya pelayanan kesehatan, masalah hak asasi juga harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan kependudukan lain seperti mobilitas penduduk dan pemberantasan kemiskinan.[11]
Apabila segala kebijakan kependudukan jika telah tercapai pada akhirnya akan mengarah pada kesejahteraan dan menghapuskan kemiskinan, karena jika jumlah penduduk tidak terlalu tingi dan proporsi penduduk ini berkualitas maka kesejahteraan akan tercapai dan akan menghapuskan kemiskinan,maka pengentasan kemiskian perlulah ditinjau dari kebijakan kependudukan
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Jumlah penduduk yang besar sebagai penyebab timbulnya kemiskinan, Tinggi rendahnya jumlah penduduk dipengaruhi oleh proses demografi yakni; kelahiran, kematian, dan migrasi. Tingkat kelahiran yang tinggi sudah barang tentu akan meningkatkan tingkat pertumbuhan penduduk. Namun demikian, tingkat kelahiran yang tinggi di Indonesia kebanyakan berasal dari kategori penduduk golongan miskin. pertumbuhan penduduk berkaitan dengan kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat. Pengetahuan tentang aspek-aspek dan komponen demografi seperti fertilitas, mortalitas, morbiditas, migrasi, ketenagakerjaan, perkawinan, dan aspek keluarga dan rumah tangga akan membantu para penentu kebijakan dan perencana program untuk dapat mengembangkan program pembangunan kependudukan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tepat sasaran.
Program penanganan kemiskinan melalui kebijakan kependudukan dapat menjadi salah satu alternatif bagi pengentasan kemiskinan. Salah satu contoh penerapan kebijakan kependudukan bagi pengentasan kemiskinan adalah dengan pencanangan KB (Keluarga berencana) dengan cara penyediaan kontrasepsi gratis bagi keluarga miskin. Hal ini dapat secara signifikan menurunkan tingkat kelahiran di keluarga miskin sehingga program penanganan kemiskinan yang dilakukan setelahnya dapat berjalan lebih optimal dan terasa. Tuntutan terhadap perubahan kebijakan kependudukan adalah kearah perubahan yang lebih mendasar, tidak sekadar tambal sulam.
Kebijakan kependudukan sudah tidak dapat ditawar lagi kebijakan-kebijakan kependudukan hendaknya mengacu pada isu-isu yang ada selama ini, pemerintah dalam meninjau kebijakan kependudukan yang ada dan merumuskan kebijakan kependudukan yang baru yang mampu mengendalikan pertumbuhan dan persebaran penduduk tetapi lebih penting lagi bias memperbaikai martabat dan kualitas dari penduduk Indonesia.
B. SARAN
· kebijakan penduduk yang selama ini, hasil-hasil positif yang diperoleh dikhawatirkan akan tidak bias berlanjut oleh karenanya perlu adanya pengkajian ulang tentang kebijakan-kebijakan kependudukan untuk mengubahnya kearah yang lebih responsive dengan keadaan pada masa mendatang
· Perlunya kebijakan-kebijakan kependudukan yang baru dalam kerangka pemikiran ini penting untuk menempatkan hak-hak asasi manusia sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kebijakan dan program kependudukan,
[1] Mengapa kemiskinan di Indonesia menjadi masalah berkelanjutan, Hamonangan Ritonga Kepala Subdit pada Direktorat Analisis Statistik, Badan Pusat Statistik
[2] www.wikipedia.com, di unduh tanggal 15 juli 2009,pukul 18.00WIB
[3] Loc.cit
[4] Kemiskinan dari Sudut Pandang Kependudukan,Sakti Hendra Pramudya,2007
[5] Hukum dan kependudukan di Indonesia,Nani Soewondo,badan pembinaan hukum nasional departemen kehakiman,Bina Cipta,Bandung,1982
[6] Menggagas kebijakan kependudukan baru,Faturochman dan Agus Dwiyanto,
[7] Hukum dan kependudukan di Indonesia,Nani Soewondo,badan pembinaan hukum nasional departemen kehakiman , Bina Cipta, Bandung, 1982
[8] Menggagas kebijakan kependudukan baru,Faturochman dan Agus Dwiyanto
[9] ibid
[10] ibid
[11] ibid