BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kontrak menguasai begitu banyak bagian kehidupan social kita, sampai-sampai kita tidak perlu tahu berapa banyak kontrak yang telah kita buat setiap harinya. Dalam pengertian yang luas kontrak adalah kesepakatan yang mendefinisikan hubungan antara dua fihak atau lebih.sedangkan kontrak komersil pengertiannya yang paling sederhana adalah kesepakatan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih untuk melakukan transaksi bisnis
Kontrak bisa bersifat lisan atau bisa juga tertulis, Pernyataan kontrak tertulis bisa berupa memo, sertifikat atau kuitansi. Karena hubungan kontraktual dibuat oleh dua orang atau lebih yang memiliki potensi kepentingan yang saling bertentangan, persyaratan kontrak biasanya dilengkapi dan dibatasi oleh hukum. Dukungan dan pembatasan oleh hukum tersebut berfungsi untuk melindungi pihak di yang menjalin kontrak dan untuk mendifinisikan hubungan khusus diantara mereka.
Pada saat ini dunia perekonomian berkembang pesat, masyarakat sering mendapatkan kesulitan untuk mendapatkan dana tambahan baik untuk keperluan hidup sehari hari maupun untuk melaksanakan suatu usaha.persaingan antar pelaku usaha sangat ketat dan semakin sulit dijangkau dengan modal yang minim, pelaku usaha berlomba-lomba mencari modal tambahan dan mendapatkan modal tambahan.
Dalam mencari modal tambahan atau mencari tambahan dana untuk keperluan memenuhi kebutuhan seringkali para pengusaha tersebut harus meminjam dari kreditur-kreditur baik berupa bank atau lembaga keuangan maupun perseorangan yang tak jarang meminta jaminan benda sebagai syarat pemberian hutang.
Dalam peminjaman dana maka pastilah terjadi suatu perikatan antara kreditur dan debitur yang di dalamnya menimbulkan hak dan kewajiban.Pengaturan tentang kontrak atau perjanjian terdapat dalam buku III yang berjudul van Verbintenissen, Istilah verbintenis dalam BW merupakan salinan istilah Obligation dalam Code Civil perancis, istilah mana diambil dari hukum Romawi yang terkenal dengan istilah Obligation . Istilah Verbintenis dalam BW ternyata diterjemahkan berbeda-beda dalam kepustakaan hukum Indonesia. Ada yang menterjemahkan sebagai perutangan, ada yang menterjemahkan dengan perjanjian . Dan ada pula yang menerjemahkan dengan perikatan, penggunaan istilah perikatan tampaknya lebih umum dipergunakan dalam kepustakaan Hukum Indonesia.
Dalam perikatan terdapat hak di satu pihak dan kewajiban di pihak lainnya, jadi dalam perjanjian timbal balik hak dan kewajiban di satu pihak saling berhadapan di pihak lain terdapat dua perikatan
Hak dan kewajiban tersebut merupakan akibat hubungan hukum yaitu hubungan yang diatur oleh hukum,Untuk menentukan apakah suatu hubungan hukum merupakan perikatan dalam pengertian hukum atau tidak, pada mulanya para sarjana mempergunakan ukuran dapat tidaknya dinilai dengan uang. Bilamana suatu hubungan hukum, hak dan kewajiban yang ditimbulkannya dapat dinilai dengan uang, hubungan hukum tersebut adalah perikatan
Hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban dalam perikatan tersebut adalah antara dua pihak. Pihak yang berhak atas prestasi (pihak yang aktif) adalah kreditur atau orang yang berpiutang, sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi adalah debitur atau orang yang berutang.
Objek perikatan merupakan hak debitur dan kewajiban debitur biasanya dinamakan prestasi, menurut Pasal 1234 BW prestasi dapat berupa memberi sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Apa yang dimaksud dengan sesuatu disini bergantung kepada maksud dan dan tujuan daripada para pihak yang mengadakan hubungan hukum, apa yang akan hendak diberikan, yang harus diperbuat dan tidak boleh diperbuat.
Jaminan merupakan hak bagi kreditur untuk mendapatkan kedudukan yang lebih baik dalam pemenuhan hutang dan hak untuk didahulukan dalam pemenuhan hutang.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah jaminan kebendaan merupakan bentuk hak hukum?
2. Apakah jaminan kebendaan sebagai bentuk hak hukum dapat dijadikan pengerak pemenuhan prestasi dalam perjanjian hutang piutang?
BAB II
HAK HUKUM DALAM JAMINAN KEBENDAAN SEBAGAI PEMENUHAN PRESTASI DALAM PERJANJIAN HUTANG PIUTANG
A. Jaminan kebendaan sebagi bentuk Hak Hukum perjanjian hutang piutang
Hukum bersifat memebolehkan merupakan pengertian hak yang pada dasarnya berintikan kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu berkenaan dengan sesuatu atau terhadap subjek hukum tertentu atau semua subjek hukum tanpa halangan atau gangguan dari pihak manapun atau kebebasan tersebut memiliki landasan hukum (diakui atau diberikan oleh hukum)dan karena itu dilindungi hukum. Karena memiliki landasan hukum dan dilindungi hukum, maka pihak atau pihak-pihak lainnya berkewajiban untuk membiarkan atau tidak mengganggu pihak yang memiliki hak melaksanakan apa yang menjadi haknya itu.
Hak untuk berbuat menurut cara tertentu seringkali ditafsirkan sebagai suatu keleluasaan (permission). Bahwa saya mempunyai hak untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan, diungkapkan juga dengan mengatakan bahwa hukum member keleluasaan kepada saya untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan tersebut.Maka dari itu ditarik suatu perbedaan antara norma hukum yang mengharuskan atau melarang, di satu pihak dan norma hukum yang membolehkan (member keluasaan), di pihak lain : “hukum bersifat mengharuskan atau membolehkan (law is imperative or permissive).
Hukum jaminan tergolong bidang hukum yang akhir-akhir ini secara popular disebut The Economic Law (Hukum Ekonomi), Wiertschaftrecht atau Droit Economique yang mempunyai fungsi menunjang kemajuan ekonomi dan kemajuan pembangunan pada umumnya. Sehingga bidang hukum demikian pengaturannya dalam undang-Undang perlu diprioritaskan.
Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan Zakerheidesstelling atau security of law. Hukum jaminan meliputi pengertian, baik jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan. Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, mengemukakan bahwa hukum jaminan adalah. “Mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan. Peraturan demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian, kiranya harus dibarengi dengan adanya lembaga kredit dengan jumlah, besar dengan jangka waktu yang lama dan bunga yang relatif rendah.”
Menurut Halim HS, mengemukakan bahwa hukum jaminan adalah “Keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.” Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi adalah :
1. Adanya kaidah hukum, kaidah hukum dalam bidang hukum jaminan, dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah hukum jaminan tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah-kaidah huum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum jaminan tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan.
2. Adanya pemberi dan penerima jaminan, Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan, yang bertindak sebagai pemberi jaminan ini adalah orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit. Orang ini lazim disebut dengan debitur. Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan. Yang bertindak sebagai penerima jaminan ini adalah orang atau badan hukum. Badan hukum adalah lembaga yang memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan nonbank.
3. Adanya jaminan, pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan materiil dan imateriil, jaminan materiil merupakan jaminan yang berupa hak-hak kebendan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan imateriil merupakan jaminan non kebendaan.
4. Adanya fasilitas kredit
Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan betujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan nonbank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan nonbank percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya. Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan nonbank dapat memberikan kredit kepadanya.
Hak hukum terdapat bermacam-macam, Jaminan muncul dari hak kebendaan, Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan itu senantiasa tertuju terhadap bendanya orang lain, mungkin terhadap benda bergerak atau benda tidak bergerak. Jika benda jaminan itu tertuju pada benda tidak bergerak maka hak tersebut berupa hipotik, sedangkan jika jaminan itu tertuju pada benda bergerak maka hak kebendaan tersebut berupa gadai. Kedua macam kebendaan tersebut memberikan kekuatan langsung terhadap benda jaminan dan hak mana dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. Dan juga mempunyai sifat-sifat dari hak kebendaan yaitu : selalu mengikuti bendanya (droit de suite), yang terjadi lebih dahulu didahulukan dalam pemenuhannya (droit de preference, azas prioriteit) dapat dipindahkan dan lain-lain. selain itu baik hipotik, gadai, fidusia, hak tanggungan mempunyai kedudukan preferensi yaitu didahulukan dalam pemenuhannya melebihi kreditur-kreditur lainnya.
1. Hak Gadai (pandrecht)
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu benda bergerak, yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas debitur sebagai jaminan pembayaran dan memberikan hak kepada kreditur untuk mendapat pembayaran lebih dahulu dari pada kreditur-kreditur lainnya atas hasil penjualan benda jaminan. Hak gadai adalah tambahan saja atau buntut (bersifat accesoir) dari perjanjian pokok yaitu perjanjian pinjaman uang. Maksudnya adalah untuk menjaga jangan sampai debitur lalai membayar kembali uang pinjaman dan bunganya.
Obyek dari hak gadai adalah benda bergerak. Benda bergerak yang dimaksudkan adalah benda bergerak yang berwujud (lichamelijke zaken) dan benda bergerak yang tidak berwujud (onlichamelijke zaken) berupa hak untuk mendapatkan pembayaran uang yang berwujud surat-surat berharga. Subjek hak gadai adalah pemberi dan penerima hak gadai yang dilakukan oleh orang-orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Akan tetapi, bagi pemberi gadai ada syarat lagi yaitu ia harus berhak mengasingkan (menjual, menukar, menghibahkan dan lain-lain) benda yang digadaikan.
Adanya hak gadai berdasarkan atas suatu perjanjian antara penerima gadai (kreditur) dengan pemberi gadai (biasanya debitur sendiri). Akan tetapi, dengan adanya perjanjian gadai tidak berarti hak gadai telah terbentuk dengan sendirinya, melainkan harus disertai dengan penyerahan benda yang digadaikan oleh pemberi gadai kepada penerima gadai.
2. Jaminan Fidusia
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kekepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Sedangkan jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khusunya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan bagi pelunasan utang tetentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.
Objek jaminan fidusia adalah benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud (surat berharga), dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan, yaitu bangunan di atas tanah milik orang lain. Benda yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan di tempat kedudukan fidusia pemberi fidusia, meskipun benda tersebut berada di luar wilayah Negara Republik Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi asas publisitas, sekaligus sebagai jaminan kepastian terhadap kreditur lainnya mengenai benda yang telah dibebani jaminan fidusia.
Subjek jaminan fidusia adalah pihak-pihak yang membuat perjanjian pembebanan jaminan fidusia, yaitu pemberi fidusia dan penerima fidusia. Pemberi fidusia adalah orang perorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, bisa debitur sendiri maupun pihak ketiga. Sedangkan penerima fidusia adalah orang perorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia.
Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia yang merupakan akta jaminan.
3. Hak Tanggungan
Hak tanggungan adalah hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang selanjutnya disebut hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agararia berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.
Objek hak tanggungan adalah hak-hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan yaitu :
1. Hak Milik
2. Hak Guna Usaha
3. Hak Guna Bangunan
Subjek hak tanggungan adalah pihak-pihak yang membuat perjanjian pemberian hak tanggungan yaitu pihak pemberi hak tanggungan dan pihak penerima/pemegang hak tanggungan. Pemberi hak tanggungan adalah orang perorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan pembuatan hukum terhadap obyek hak tanggungan yang bersangkutan. Penerima/pemegang hak tanggungan adalah orang perorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang (kreditur).
Hak tanggungan merupakan ikutan (accessoir) dari perjanjian pokok, yaitu perjanjian utang piutang atau perjanjian kredit. Perjanjian utang piutang tersebut dapat dibuat dalam bentuk akta dibawah tangan atau akta otentik. Namun pemberian hak tanggungan harus dilakukan dengan pembuatan akta pemberian hak tanggungan oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4. Hypotheek
Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Karena hipotik hanyalah merupakan hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan pelunasan (pembayaran) utang debitur kepada kreditur, perjanjian pembebanannya merupakan perjanjian tambahan (accessoir) dari perjanjian pokok berupa perjanjian utang piutang (perjanjian kredit) antara kreditur dan debitur.
Obyek Hipotik, Kapal laut adalah obyek hipotik, kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin, atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah. Sebelum digunakan dalam pelayaran kapal wajib diukur yang dilakukan oleh pejabat pemerintah yang berwenang. Berdasarkan pengukuran ini, diterbitkan surat ukur untuk kapal dengan ukuran isi kotor sekurang-kurangnya 20 m3 (meter kubik) yang dinilai sama dengan itu. Kapal yang telah diukur didaftarkan dalam daftar kapal di Indonesia oleh pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal. Kapal didaftar di Indonesia adalah :
a. Kapal dengan ukuran isi kotor sekurang-kurangnya 20 meter kubik atau yang dinilai sama dengan itu;
b. Dimiliki oleh WNI atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Subyek hipotik adalah pihak-pihak yang membuat perjanjian pembebanan hipotik, yaitu pemberi hipotik dan penerima hipotik. Pihak yang dapat memberi hipotik atau yang berhak menghipotikan kapal haruslah pihak yang berhak memindahtangankan kapal itu, orang perorangan atau badan hukum pemilik kapal yang bersangkutan. Sedangkan pihak penerima hipotik, tidak disyaratkan apa-apa, sehingga semua kreditur, apakah ia orang perorangan atau badan hukum, apakah ia warganegara Indonesia atau badan hukum Indonesia atau badan hukum asing, apakah berkedudukan/berdomisili di Indonesia atau di luar negeri, semuanya dapat menerima hipotik. Dalam pelaksanaan pembebanan hipotik, pemberi dan penerima hipotik sama-sama dapat mewakilkan kepada orang lain dengan akta otentik.
Perjanjian pembebanan hipotik, mutlak dengan akta otentik yang dibuat dihadapan pejabat pendaftaran dan pencatatan balik nama kapal pada Syahbandar atau direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Akta pembebanan hipotik tersebut diberi irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kepada kreditur diberikan grosse akta hipotik yang mempunyai kekuatan eksekutorial yang dapat dilaksanakan seperti putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
B. Hak hukum dalam jaminan kebendaan sebagai dasar pelaksanaan pemenuhan prestasi dalam perjanjian hutang piutang
Menurut Hans Kelsen, “ A Right is, thus a legal norm in its relation to the individual who, in order that the sanction shall be executed, must express a will to that effect” ( suatu hak, merupakan norma hukum dalam hubungannya dengan individu yang, agar ketika sanksi dilaksanakan, harus menyatakan kehendak terhadap akibat tersebut)
Dalam jaminan yang terdapat hak jaminan kebendaan, Hak jaminan kebendaan adalah hak-hak kreditur untuk didahulukan dalam pengambilan pelunasan daripada kreditur-kreditur lain, atas hasil penjualan suatu benda tertentu atau sekelompok benda tertentu yang secara khusus diperikatkan.
Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan selalu tertuju terhadap benda orang lain, baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak, jika benda yang menjadi objek jaminan adalah benda bergerak maka hak kebendaan tersebut berupa gadai (pand), sedangkan jika benda yang menjadi objek jaminan adalah benda tidak bergerak hak kebendaannya berupa hipotik,hak kebendaan yang bersifat member jaminan dapat dipertahankan terhadap siapapun (bersifat mutlak) atau absolute. Selain itu juga mempunyai sifat-sifat hak kebendaan umunya yaitu selalu mengikuti bendanya (droit de suite), dapat dipindahkan kepada orang lain yang lebih dahulu didahulukan dalm pemenuhannya. Kreditur-kreditur pemegang gadai, fidusia, hipotik dan tanggungan mempunyai kedudukan referensi yaitu didahulukan dalam pembayaran piutangnya dari pada kreditur-kreditur lainnya.
Hak- hak jaminan sebagaimana kita lihat, umumnya mempunyai cirri, bahwa selain ia bersifat memberikan jaminan atas pemenuhan suatu piutang, sebagian besar juga mempunyai hak untuk didahulukan di dalam mengambil pelunasan, Walaupun sebagian daripada hak-hak jaminan merupakan hak kebendaan, tetapi hak jaminan disini lain dengan kebendaan seperti hak milik, hak postal dan lain-lain, yang sifatnya memberikan hak untuk menukmati, yaitu mempunyai hak memberi jaminan dan karenanya disebut zekerheidsrechten, yang memberikan rasa aman dan terjamin.
Dalam pasal 1131 diletakkan asas umum hak seorang kreditur terhadap debiturnya,hak-hak tagihan seorang kreditur dijamin dengan :
• Semua barang debitur yang sudah ada, artinya yang sudah ada pada saat hutang dibuat
• Semua barang yang aka nada ; disini berarti :barang-barang yang pada saat pembuatan hutang belum menjadi kepunyaan debitur tapi kemudian menjadi miliknya, dengan perkataan lain hak kreditur meliputi barang-barang yang akan menjadi milik debitur, asal benar-benar menjadi miliknya
• Baik Barang bergerak maupun tidak bergerak
Ini berarti bahwa pitutang kreditur menindih pada seluruh harta debitur tanpa kecuali.
Dalam pasal 1131 KUH Perdata dapat disimpulkan asas-asas hubungan ekstern kereditur sebagai berikut :
a. Seseorang kreditur boleh mengambil pelunasan dari setiap bagian dari harta kekayaan debitur
b. Setiap bagian kekayaan debitur dapat dijual guna pelunasan tagihan kreditur
c. Hak tagihan kreditur hanya dijamin dengan harta benda debitur saja,tidak dengan persoon debitur
Hak jaminan kebendaan adalah hak yang memberikan kepada seorang kreditur kedudukan yang lebih baik karena Kreditur didahulukan dan dimudahkan dalam mengambil pelunasan atas tagihannya atas hasil penjualan benda tertentu atau sekelompok benda tertentu milik debitur atau Ada benda tertentu milik debitur yang dipegang oleh kreditur atau terikat pada hak kreditur, yang berharga bagi debitur untuk memenuhi kewajibannya dengan baik terhadap kreditur. Di sini adanya semacam tekanan psikologis kepada debitur untuk melunasi hutanhutangnya adalah karena benda yang dipakai sebagai jaminan umumnya merupakan barang yang berharga baginya. Sifat manusia untuk berusaha mempertahankan apa yang berharga yang telah dianggap atau diakui telah menjadi miliknya, menjadi dasar hukum jaminan
BAB III
SIMPULAN
Sebagai uraian penutup dari rangkaian pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, berikut ini akan disampaikan beberapa simpulan sebagai berikut :
1. Hak hukum terdapat bermacam-macam, Jaminan muncul dari hak kebendaan, Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan itu senantiasa tertuju terhadap bendanya orang lain, mungkin terhadap benda bergerak atau benda tidak bergerak. Jika benda jaminan itu tertuju pada benda tidak bergerak maka hak tersebut berupa hipotik, sedangkan jika jaminan itu tertuju pada benda bergerak maka hak kebendaan tersebut berupa gadai. Kedua macam kebendaan tersebut memberikan kekuatan langsung terhadap benda jaminan dan hak mana dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. Dan juga mempunyai sifat-sifat dari hak kebendaan yaitu : selalu mengikuti bendanya (droit de suite), yang terjadi lebih dahulu didahulukan dalam pemenuhannya (droit de preference, azas prioriteit) dapat dipindahkan dan lain-lain
2. Suatu hak, merupakan norma hukum dalam hubungannya dengan individu yang, agar ketika sanksi dilaksanakan, harus menyatakan kehendak terhadap akibat tersebut, Hak jaminan kebendaan adalah hak yang memberikan kepada seorang kreditur kedudukan yang lebih baik karena Kreditur didahulukan dan dimudahkan dalam mengambil pelunasan atas tagihannya atas hasil penjualan benda tertentu atau sekelompok benda tertentu milik debitur atau Ada benda tertentu milik debitur yang dipegang oleh kreditur atau terikat pada hak kreditur, yang berharga bagi debitur untuk memenuhi kewajibannya dengan baik terhadap kreditur. Di sini adanya semacam tekanan psikologis kepada debitur untuk melunasi hutanhutangnya adalah karena benda yang dipakai sebagai jaminan umumnya merupakan barang yang berharga baginya. Sifat manusia untuk berusaha mempertahankan apa yang berharga yang telah dianggap atau diakui telah menjadi miliknya, menjadi dasar hukum jaminan
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
Achmad Ichsan, Hukum Perdata IB,Pembimbing Masa , Jakarta, 1969
Djojo Muljadi, Pengaruh Penanaman Modal asing Atas Perkembangan Hukum Persekutuan Perseroan Dagang (Vennootschapsrecht) dewasa ini: Majalah Hukum dan Keadilan No. 5/6, tahun 1972, dalam buku Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Liberty Offset, Yogyakarta, 2007
Hans Kelsen,Ggeneral Theory of Law and State, translated by Andrers Wedberg Asistant Professor of Philosophy in University of Stockholm, Russel&Russel, New York ,1973
------------------, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara diterjemahan oleh Raisul Muttaqien dari buku Hans Kelsen, General Theoryof Law and state (New York, Russel&russel), Nusa Media, Bandung,2010
H.R.Daeng Naja, Contract Drafting,Citra Aditya Bakti,Bandung, 2006
J.Satrio,Hukum Jaminan hak jaminan kebendaan,Citra Aditya Bakti,Bandung,2007
Mochtar Kusumaatmadja dan Erief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum Suatu Pengenalan pertama Ruang LIngkup Berlakunya Ilmu Hukum Buku I, Alumni, Bandung, 2000
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata,Alumni, Bandung,2004
R.Soetojo Prawirohamidjojo, Hukum Perikatan,Bina Ilmu, Surabaya,1979
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004
Sri Soedewi M. Sofwan, Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta
B. Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman dan UU Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.
Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar