helitha novianty

helitha novianty

Selasa, 14 Desember 2010

REALITAS POLITIK HUKUM SEBAGAI KEBIJAKAN PELAKSANAAN ANGGARAN

I. PENDAHULUAN
Beberapa waktu lalu dalam sebuah media masa diberitakan terdapat suatu perda yang dikritik untuk tidak dibuat oleh DPRD dari daerah tersebut, setelah diwawancara anggota dewan itu manyatakan bahwa Peraturan daerah ini harus dibuat karna sudah ada dalam anggaran.
Anggaran merupakan hal penting dlam pembuatan suatu peraturan perundang-undangan tapi hendaknya penyelanggara Negara dalam membuat Undang-Undang jangan Hanya menaruh perhatian pada pelaksanaan anggaran.
Hukum merupakan himpunan peraturan yang mengatur tatanan kehidupan, baik berbangsa maupun bernegara, yang dihasilkan melalui kesepakatan dari wakil-wakil rakyat yang ada di lembaga legislatif. Produk hukum tersebut dikeluarkan secara demokratis melalui lembaga yang terhormat, namun muatannya tidak dapat dilepaskan dari kekuatan politik yang ada di dalamnya. Suatu negara yang menganut sistem demokrasi, maka segala sesuatunya harus dirumuskan secara demokrasi, yaitu dengan melihat kehendak dan aspirasi dari masyarakat luas sehingga produk yang dihasilkan itu sesuai dengan keinginan hati nurani rakyat. Tetapi apabila sebaliknya maka terlihat bahwa produk hukum yang dikeluarkan tersebut dapat membuat masyarakat menjadi resah dan cenderung tidak mematuhi ketentuan hukum itu.

II. POLITIK HUKUM SEBAGAI PENENTU KEBIJAKAN HUKUM
a. Pengertian politik hukum
Dalam membahas politik hukum maka yang dimaksud dengan hukum disini adalah hukum positif, yaitu hukum yang berlaku pada waktu sekarang di Indonesia, sesuai dengan asas pertingkatan (hirarki) hukum itu sendiri, atau dengan istilah yang diberikan oleh Logeman, “sebagai hukum yang berlaku disini dan kini”. Sedang hukum positif itu dalam tulisan ini merupakan hukum yang dibuat atau ditetapkan oleh Negara melalui lembaga Negara atau pejabat yang diberi wewenang untuk menetapkannya.
Dari pengertian hukum positif seperti itu maka secara umum dapat dikatakan nahwa politik hukum adalah “kebijakan” yang diambil (ditempuh) oleh Negara melalui lembaganya atau pejabatnya untuk menetapkan hukum mana yang perlu diganti atau perlu dirubah, atau hukum yang mana yang perlu dipertahankan atau hukum mengenai apa yang perlu diatur atau dikeluarkan agar dengan kebijakan itu penyelenggaraan Negara dan pemerintahan dapat berlangsung dengan baik dan tertib sehingga tujuan Negara secara bertahap dan terencana dapat terwujud.
Pengertian-pengertian seperti ini umumnya dianut oleh Negara-negara demokrasi konstitusional atau Negara hukum yang demokratis. Sebab ada Negara atau pemerintah yang mengambil kebijakan untuk menetapkan hukum itu agar melalui hukum itu kekuasannya dapat dipertahankan atau kekuasannya dapat dipertahankan atau kekuasannya dapat dikonsentrasikan ke tangan penguasanya (the ruling Class). Kebijakan itu diambil dengan berbagai dalih atau alasan, misalnya demi pembangunan, kepentingan rakyat, stabilitas nasional, memberantas korupsi dan lain sebagainya. Sedang tujuan Negara yang sesungguhnya terabaikan. Politik hukum semacam ini biasanya diterapkan oleh Negara kekuasaan (machstaat) dengan tipe kekuasaan yang oligarkhi, monarki yang absolute, otoriter atau yang totaliter.
Utrech memberikan pendapat politik hukum berusaha membuat kaidah-kaidah yang akan menentukan bagaimana seharusnya manusia bertindak. Politik hukum menyelidiki perubahan-perubahan apa yang harus diadakan dalam hukum yang sekarang berlaku supaya sesuai dengan kenyataan social. Boleh dikatakan bahwa politik hukum meneruskan perkembangan hukum dengan berusaha melenyapkan sebanyak-banyaknya ketegangan antara positivitas dan realitas social. Politik Hukum membuat suatu ius constituendum (hukum yang akan berlaku) dan berusaha agar ius constituendum itu pada hari kemudian berlaku sebagai ius constitutum (hukum yang berlaku yang baru).
Dari uraian di atas Utrecht menjelaskan pada kita bahwa pada pemerintahan yang demokratis maka politik hukum yang berlaku adalah hukum yang menciptakan hukum positif itu dengan realitas masyarakat sedang pada pemerintahan yang tidak demokratis atau yang didominasi oleh “rulling class” atau elit politik,maka politik hukum menciptakan hukum positif yang menjauhkan hukum positif itu dengan realitas social,pendapat dari Utrech itu disebutkan sebagai pendapat dari sudut yuridis yang banyak dilakukan oleh para pakar hukum.
Padmo wahjono dalam bukunya Indonesia berdasrkan atas hukum ,mendefinisikan politik hukum sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk maupun isi yang akan dibentuk. Definisi ini masih bersifat abstrak dan kemuadian dilengkapi dalam sebuah artikelnya di majalah forum keadilan, dalam artikel ini Padmo Wahjono mengatakan bahwa politik hukum adalah kebijakan penyelenggara Negara tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu. Dalam hal ini kebijakan tersebut dapat berkaitan dengan pembentukan hukum, penerapan hukum dan penegakkannya sendiri. Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa menurut Padmo Wahjono politik hukum adalah kebijakan penyelenggara Negara yang bersifat mendasar dalam menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk dan tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu , dengan demikian politik hukum berkaitan dengan hukum yang berlaku di masa datang (ius constituendum).
b. Kajian politik hukum
Telah dirumuskan diatas bahwa politik hukum adalah kebijakan dasar penyelenggara Negara dalam bidang hukum yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan Negara yang dicita-citakan .
Penyelanggara Negara adalah lembaga-lembaga Negara yang diberi wewenang oleh konstitusi untuk mengadakan pemerintahan sebuah Negara, penyalenggara Negara itu disebut juga pemerintah yang dalam pengertian luas menyangkut kekuasaan eksekutif, legislative dan yudikatif, adapun tujuan Negara yang dicita-citakan dapat dilihat sevcara umum pada Pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan social, apa yang terdapat dalam pembukaan itu kemudian dijabarkan lebih rinci dalam pasal –pasal UUD 1945 tersebut dan dioperasionalkan dalam bentuk Undang-Undang dan peraturan perundang-undangan lain yang ada di bawahnya.
Kedua permasalahan di atas baik lembaga-lembaga pemerintahan maupun tujuan Negara yang dicita-citakan, tidak bisa dipungkiri merupakan bagian dari studi hukum tata Negara.
Ruang lingkup atau wilayah kajian disiplin politik hukum adalah meliputi aspek lembaga kenegaraan pembuat politik hukum, letak politik hukum adan factor yang memperngaruhi pembentukan politik hukum suatu Negara. Politik hukum adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk member pedoman, tidak hanya pada pembuat Undang-Undang tetapi juga kepada pengadilan yang menetapkan undang-uandang dan juga kepada para penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan.
Ruang linkip atau wilayah kajian politik hukum sebagai berikut :
1. Proses penggalian nilai-nilai dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat oleh penyelangga Negara yang berwenang merumuskan politik hukum
2. Proses perdebatan dan perumusan nilai-nilai dan aspirasi tersebut ke dalam bentuk sebuah rancangan peraturan perundang-undangan oleh penyelanggara Negara yang berwenang merumuskan politik hukum
3. Penyelanggara Negara yang berwenang merumuskan dan menetapkan politik hukum
4. Peraturan perundang-undangan yang memuat politik hukum
5. Factor-faktor yang mempengaruhi dan menentukan suatu politik hukum, baik yang akan datang, sedang dan telah ditetapkan.
6. Pelaksanaan dari perturan perundang-undangan yang merupakan implementasi dari politik hukum suatu negara
c. Politik hukum di Indonesia
Politik hukum diartikan sebagai kebijakan dasar penyelenggaraan Negara dalam bidang hukum yang akan sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan Negara yang dicita-citakan.
Kata nasional sendiri diartikan sebagai wilayah berlakunya politik hukum itu. Dalam hal ini adalah wilayah yang tercakup dalam kekuasaan Negara republic Indonesia.
Tujuan politik hukum meliputi dua aspek yang saling berkaitan, pertama, sebagai alat (tool) atau sarana dan langkah yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk menciptakan suatu system hukum nasional yang dikehendaki dan yang kedua, dengan system hukum nasional itu akan diwujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang lebih besar .
III. POLITIK HUKUM YANG MENGARAH PADA KEBIJAKAN PELAKSANAAN ANGGARAN
Negara adalah suatu system politik, Negara demokrasi konstitusional atau Negara hukum yang demokratis, umumnya sistim politiknya adalah adalah system politik demokratis, sedang pada Negara kekuasaan (machtsstaat) system politik yang dianut adalah system politik otoriter atau autokrasi atau non demokratis.
Ciri dari Negara demokrasi konstitusional adalah bahwa pemerintahannya (sebagaimana diatur dalam konstitusinya dan peraturan perundang-undangan yang berlaku ) adalah pemerintah yang terbatas kekuasaanya dan tidak dibenarkan bertindk sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Pembatasan ini diatur dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan lainnya..
Sistem politik yang dianut pasca pemilu 1999 di Indonesia kembali seperti pada masa demokrasi liberal yaitu system politik yang demokratis, bedanya system pemerintahan yang dianut bukan lagi system pemerintahan parlementer tetapi pemerintahan presidensiil, pemerintah yang terbentuk adalah pemerintah yang demokratis, Keberhasilan reformasi ditempatkan pemerintah yang terbentuk itu terbuka bagi kritik masyarakat, kekuasaanya membentuk undang-undang dikurangi dan beralih ke DPR.
Sejalan dengan hal tersebut pada tahun 1999, dibentuk lah Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 undang-undang ini disebut dengan Undang-Undang tentang pemerintahan daerah sebagaimana saat ini diubah dengan Undang-Undang Nomor.32 Tahun 2004 penggunaan prinsip otonomi daerah dalam Undang-Undang ini memberikan kewenangan pengurusan kepada daerah dan mengatur semua urusan pemrintahan, daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan dalam mengatur daerahnya tersebut.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam melaksanakan tugas dan wewenang, kewajiban dan tanggung jawabnya serta atas kuasa peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat menetapkan kebijakan daerah yang dirumuskan antara lain dalam peraturan daerah, peraturan kepala daerah dan perayuran lainnya
Peraturan daerah dibuat oleh DPRD sebagai lembaga legislative, dalam pembuatan Peraturan daerah ini DPRD sebagai penentu kebijakan seharusnya memiliki pengetahuan pengenai politik hukum karena perda merupakan bentuk produk hukum yang seharusnya dibuat berdasarkan pengetahuan-pengetahuan politik pembeentukan hukum.
Berlandaskan pada pengertian politik hukum, Politik hukum diartikan sebagai kebijakan dasar penyelenggaraan Negara dalam bidang hukum yang akan sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan Negara yang dicita-citakan. Kita dapat mengkaji bahwa kebijakan dasar penyelanggara Negara dalam bidang hukum di daerah adalah perda (peraturan daerah), penyelanggara adalah DPRD dan kepala daerah sebagai penentu kebijakan, perda ini seharusnya dibuat bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat daerah dimana perda tersebut dibuat, yang inti dari pembuatan tersebut adalah untuk mengatur masyarakat di daerah dan untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat daerah sebagai tujuan Negara.
Berdasarkan hal tersebut maka dalam pembuatan Peraturan daerah harus digunakan pula pengetahuan politik hukum di dalamnya.
Dalam pembuatan pearaturan khususnya pembuatan peraturan daerah dibutuhkan pula dana sebagai penggerak pembuatan peraturan tersebut yang biasanya di daerah terantum dalam APBD.
Dana merupakan realitas logis dari politik hukum, dana sangat dibutuhkan dalam menjalankan politik hukum , tetapi saat ini para penyelanggara Negara, yang terdapat di di daerah yaitu DPRD dan kepala daerah dalam pembuatan peraturan daerah lebih menitik beratkan sebagai pelaksanaan anggaran, sehingga kurang memperhatikan nilai-nilai social dalam masyarakat.
Dalam kenyataannya banyak terdapat perda yang tidak sesuai dengan kebutuhan di masyarakat dan akhirnya perda tersebut dibatalkan Oleh Mahkamah Agung. Para penyelanggara Negara di daerah dalam pembuatan perda sebagai pengejawantahan dari poltik hukum.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Politik Hukum adalah kebijaksanaan penyelenggara Negara tentang apa yang dijadikan criteria untuk menghukumkan sesuatu ( menjadikan sesuatu sebagai Hukum ) Kebijaksanaan tersebut dapat berkaitan dengan pembentukan hukum dan penerapannya.
Dalam pembentukan hukum anggaran merupakan konsekuensi logis dari pembuatan hukum tersebut, dana sangat dibutuhkan dalam pembuatan peraturan perundang-undangan, dana ini biasanya sudah tercatat dalam rancangan anggaran suatu Negara atau daerah,dan konsekuaensi dari peletakan anggaran ini dalam APBD atau APBN adalah bahwa anggaran ini harus direalisasikan dalam pelaksanaannya.
Realisasi yang terdapat dalam APBN atau APBD ini antara lain adalah pembentukan peraturan perundang-Undangan khususnya yang dikaji dalam penulisan makalh ini adalah peraturan daerah yang dibuat oleh DPRD yang anggarannya terdapat APBD. Meskipun pembuatan peraturan perundang-undangan merupakan realisasi dari APBD tetapi hendaknya memperhatikan aspek-aspek dari politik hukum sebagai pelaksanaan kebijakan hukum berdasarkan nilai-bilai yang terdapat dalam masyarakat.
B. Saran
Dalam pembuatan peraturan daerah, DPRD dan kepala daerah hendaknya memperhatikan nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat, agar peraturan tersebut sesuai dengan kebutuhan dalam masyarakat dan peraturan tersebut bersifat hukum yang responsive











DAFTAR PUSTAKA

Asep Suparman, Perkembangan Otonomi dari Masa ke Masa, Inti media Pustaka,Bandung, 2008

Bintan Ragen Saragih,Politik Hukum, CV.Utomo, Bandung, 2006, hlm.17

Imam Syaukani dan A.Ahsin Thohari, Dasar-Dasar Politik Hukum, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2004

Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu politik,Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar